BENGKULU – Keputusan pemerintah, antara Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar Pilkada serentak mendapat sorotan banyak pihak. Wakil Ketua DPD RI Sultan Bakhtiar Najamudin mengingatkan KPU agar bertanggungjawab bila dalam proses Pilkada Desember nanti malah menghasilkan klaster baru Covid-19.
“Saya sudah mendengar penjelasan Mendagri bahwa Pilkada nanti dilaksanakan dengan protokol kesehatan. Tetapi saya ingatkan, tenaga medis yang sudah menggunakan APD saja bisa terpapar. Apalagi proses Pilkada ini pasti melibatkan masyarakat luas, mulai dari calon dan timnya, pemilih serta panitia mulai dari awal pendataan pemilih sampai proses penghitungan suara berjenjang,” tandas senator asal Bengkulu ini, Selasa (2/6/2020).
Proses yang multi tahap dan melibatkan banyak orang itu menurut Sultan bukan tidak mungkin justru menghasilkan klaster baru penyebaran. Mengingat daya tular virus ini tergolong sangat cepat. Dan hingga hari ini, wabah ini belum dinyatakan selesai. Sebab, kurvanya relatif meninggi di beberapa daerah.
“Pertanyaan saya, siapa yang tanggung jawab nanti? KPU harus siap lho. Jadi jangan hanya karena kita mengejar sesuatu yang tidak prioritas, tetapi nanti dampaknya menghantam apa yang kita prioritaskan, yakni sektor kesehatan dan ketahanan sosial. Ini seharusnya menjadi logika berpikir kita semua, sebelum mengambil keputusan,” urainya.
Ditambahkan Sultan, prioritas Indonesia hari ini adalah kesehatan dan pangan sebagai penguat sosial-ekonomi masyarakat yang menderita. Terutama di lapisan bawah. Rakyat membutuhkan jaminan hak kesehatan dan hak hidup yang sudah tertuang dalam konstitusi. Proses demokrasi melalui Pilkada, dalam situasi saat ini, menjadi tidak mutlak untuk dilaksanakan. Karena memang masih bisa ditunda. Apalagi KPU juga punya simulasi opsi sampai April 2021.
Dari sisi anggaran negara, Sultan juga mengungkapkan bahwa semua lembaga negara dan kementerian telah dipangkas oleh Kemenkeu. Termasuk anggaran DPD RI yang tahun ini juga sudah dipangkas. “Ini KPU RI untuk Pilkada dengan anggaran Rp 9 trilyun, malah mengajukan anggaran tambahan Rp 535 milyar lebih karena harus membeli alat pendukung protokol kesehatan. Ini kan seperti tidak punya sensitifitas terhadap apa yang sekarang dirasakan rakyat,” tukasnya.
Apalagi, jika nanti para pemilih merasa cemas, dan memilih tidak ke TPS, maka jumlah pengguna hak pilih juga menurun, maka kualitas pilkada juga menjadi catatan. Dan banyak lagi indikator kualitas lainnya. Ditambah lagi dengan masih adanya peluang untuk kembali ke PSBB, bila ternyata konsep new normal tidak berhasil menurunkan kurva wabah. “Lalu, kalau nanti kembali ke PSBB, bagaimana anggaran yang sudah terlanjur dibelanjakan? Ini juga harus dipikirkan KPU,” pungkas Sultan.
Namun Sultan mengembalikan lagi kepada pemerintah. Sebab, dirinya sebagai wakil daerah di DPD bertugas melakukan pengawasan atas kebijakan yang diambil pemerintah. “Dan kami di DPD sudah mengingatkan, bahwa negara saat ini lebih membutuhkan prioritas anggaran untuk pangan dan recovery ekonomi, bukan Pilkada. Karena beda dengan Pilpres yang konsekuensinya apabila ditunda bisa vacum of power,” ungkapnya. (die/lnm)