PROBOLINGGO – Kabar tak sedap adanya monopoli dan pembatasan Perusahaan Bongkar Muat (PBM) yang bekerja di pelabuhan Probolinggo mulai merebak ke permukaan dan menjadi konsumsi pelaku usaha di lingkungan Probolinggo hingga daerah lain di Jawa Timur yang berpotensi dapat menurunkan hasrat berinvestasi dan kepercayaan pengusaha untuk beraktiviitas di pelabuhan umum tersebut. Hal itu tak ditampik oleh Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat (APBMI) Probolinggo, Achmadnur saat dikonfirmasi yang mengatakan memamng belum semua anggota PBM yang ada dapat bekerja di pelabuhan DABN Probolinggo.
“Salah satunya PBM milik Pelindo sampai sekarang belum bisa kerja di pelabuhan Probolinggo karena belum disetujui dan tandatangan kesepakatannya belum ada,” ujarnya, Rabu (5/2/2020).
Menurut Achnadnur, secara aturan tidak ada pembatasan atau yang berhak melarang siapapun bahkan pemerintah yang melarang warga negaranya untuk berusaha. Kalau yang bekerja di pelabuhan yang pasti harus memenuhi persyaratan karena sudah diatur dengan undang undang pelayaran dan peraturan Menteri bagi perusahaan PBM. Meski tidak semua PBM bisa bekerja karena adanya persaingan mendapatkan pasar itu tergantung dari perusahaan bongkar muat itu sendiri.
“Persyaratan itu juga sebagai jaminan bagi pemilik barang, selama itu bisa dipenuhi pasti sama dengan perusahaan bongkar muat yang lainnya bisa berjalan. Tapi tidak bekerjanya itu lebih karena kalah bersaing mendapatkan kepercayaan pengguna jasa,” terang Achmadnur.
Hingga saat ini, Achmadnur mengingat, ada sekitar 25 lebih perusahaan PBM yang terdaftar menjadi anggota APBMI, namun yang aktif hanya sekitar 6 perusahaan.
“Antara lain, PT PWM, PT BUK, PT SBN, PT GWE, PT MJS, PT BJS, KPRI,” imbuhnya.
Untuk bisa bekerja di suatu kawasan yang dikelolah operator pelabuhan, lanjut Achmadnur, mereka harus melakukan kerjasam dahulu, meski terdaftar sebagai anggota APBMI bahkan keberadaannya sudah lama sebelum adanya pelabuhan DABN hingga kini memang PBM milk Pelindo III belum bisa lakukan pekerjaan di pelabuhan DABN milik pemerintah Provinsi Jawa Timur itu.
“Tapi saya kurang tahu antara Pelindo dan DABN yang sama sama BUP, mungkin ada apa kok sampai sekarang belum di ACC kerjasamanya,” jelasnya.
Achmadnur menambahkan, kondisi itu sering didengarnya yang menjadi sebuah keluhan, tapi jika keluhan itu disampaikan secara bersurat kepada organisasi maka tentu kita akan menindaklanjuti dan mencoba menjembatani persoalan yang dihadapi oleh anggota dilapangan. Secara administrasi secara umum , ketika sudah lengkap persyaratan sebagai perusahaan bongkar muat yang sudah terdaftar lalu melaporkan ke pihak KSOP guna bisa melakukan usaha di pelabuhan stelah itu mengadakan kerjasama dengan operator pelabuhan.
“Saya sering menyampaikan kepada anggota, ini organisasi paling tidak kalau saya mau berperang itu dibekali senjata, lah kalau hanya omong omong saja nagaimana. Kalau ada keluhan harus disampaikan secara bersurat,” tandasnya.
Senada, GM Pelindo III Probolinggo, Adji Joko membenarkan kalau perusahaan bongkar muat yang dimiliki Pihaknya belum bisa melakukan pekerjaan di pelabuhan DABN hingga saat ini. Bahkan, dirinya menyayangkan sikap dari manajemen pelabuhan milik Pemprov Jatim itu melarang untuk melakukan aktifitas bongkar muat, pasalnya banyak kerjasama yang dilakukan dengan pihak pengusaha jadi terhambat.
“Harapan saya, begitu kita bekerja di DABN kan tetap dapat baik biaya dermaganya, kontribusi alat juga dapat maupun apa apa saja, sedang PBM ya.. tetap saya karena market share kan kita,” akunya.
Meski pihaknya sudah menyampaikan kepada pihak DABN tapi belum ada titik temu untuk bisa PBM Pelindo cabang Probolinggo dapat bekerja di pelabuhan yang dioperasikan oleh PT DABN anak usaha dari PT Petrogas Jatim Utama (PJU), BUMD Provinsi Jawa Timur.
“Saya sudah menyampaikan kepada pihak DABN untuk kita bicarakan,” kata Adji.
Sementara itu, Kepala Cabang PT Delta Artha Bahari Nusantara (DABN), Djumadi melalui pesan whatsapp menepis anggapan itu, secara fisik dan kasat mata, di termminal DABN pelabuhan Probolinggo untuk call kapal, arus barang lancar lancar saja, malah cenderung meningkat. Kemungkinan ada pihak lain yang tidak mendapatkan order kerja atau lainya, sementara tanggung jawab DABN terhadap negara cukup besar sesuai perjanjiannya. Sedang pihak lain hanya pemakai fasilitas pelabuhan yang sama sekali tidak memiliki saham atas pembangunan DABN.
“Mohon maaf jika saya salah persepsi. Keberadaan di DABN, saya hanya diminta untuk bantu saja sehingga tidak punya kewenangan , intervensi, tendesi bahkan tidak punya industri/ proyek kepelabuhanan,” ucapnya.
Untuk lebih rinci dan jelasnya, Djumadi menyarankan bisa konfirmasi kepada Direksinhya, kepada pemegang saham, saya ibaratnya hanya penunggu warung saja. DABN kaya dan berkembang atau bangkrut sekalipun tidak ada efek bagi saya dan akan jadi beban moral bagi saya karena pembangunannya menggunakan APBN dan APBD yang harus dikembalikan.
“Belum termasuk saham yang ditanamkan, sedang yang lain….??,” ungkapnya. (RG/red)