TERKAIT perkembangan pembangunan jembatan Pulau Laut penghubung Kotabaru dengan Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) kini masih terus berproses dan akan dilanjutkan meski sempat makrak sekitar 2 tahun. Hal itu nampaknya mendapat kritikan pedas mantan anggota DPR RI dari Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono yang menyebut proyek itu hanya sebuah pencitraan dan kurang asas manfaatnya serta sarat dengan “kepentingan”.
Menurut Bambang Haryo, proyek yang ditaksir akan memakan anggaran sekitar 3 sampai 5 triliun yang pada awalnya mulai dikerjakan tahun 2014 lalu itu memang sempat mangkrak karena menyedot keuangan dua daerah yang sangat besar bersumber dari pajak masyarakat. Sehingga menurutnya, elok kalau pembangunan jembatan itu tidak dilanjutkan karena ujung-ujungnya akan menguras uang rakyat.
“Apalagi kalau melibatkan anggaran dari APBN tentu harus lebih bijaksana. Jelas orientasi pembangunan ini adalah orientasi proyek bukan orientasi kepentingan ekonomi rakyat karena wilayah itu tidak bisa dipakai untuk apa-apa. Itu menggunakan duit rakyat lho,” seru Bambang, Senin (6/1/2020).
Bambang menyebut, Pulau laut wilayahnya 60 sampai 70 persen adalah hutan lindung yang tidak boleh di eksplor dan jumlah penduduknya juga sedikit sekitar tidak lebih dari 100 ribu. Beda dengan pulau Madura yang di bangunkan jembatan Suramadu karena jumlah penduduknya sekitar 5 juta. Sedangkan wilayah Batulicin itu juga penduduknya tidak lebih dari 100 ribu sehingga kalau di bangun jembatan yang demikian mahal, apa kontribusi ekonominya ? tidak ada, hal itu terbukti dari masyarakat yang menyeberang dengan menggunakan kapal Ferry untuk sepeda motor saja tidak lebih dari 500 sepeda, dan untuk mobilnya tidak lebih dari 50 mobil per hari.
“Presiden Jokowi saja bisa membatalkan pembangunan jembatan di Merak – Bakauheni padahal itu menghubungan 150 juta penduduk Jawa dan Sumatra ada sekitar 30 juta lebih, mungkin sekitar 40-50 juta penduduk. Jadi 80 persen penduduk Indonesia itu ada di Jawa dari 260 juta itu saja dibatalkan, yang ini malah akan dibangun (jembatan pulau laut.red),” tandasnya.
Bambang yang juga pernah duduk di Komisi V DPR RI itu, menyatakan sangat tidak setuju atas mega proyek pembangunan jembatan Pulau Laut tersebut karena nanti akan menistakan sisi maritim. Apalagi visi pemerintahan Jokowi itu adalah Maritim dimana di daerah itu sudah ada penyeberangan yang di dukung sekitar 3 kapal Ferry yang sudah beroperasi namun tidak maksimal dengan load factor nya masih sangat kecil dan pun masih terjangkau. Kalau dibilang dengan menggunakan penyeberangan kapal ferry itu barang-barang menjadi sangat mahal itu sebuah pernyataan yang tidak mendasar, sedang tarif untuk satu unit truk itu kurang lebih hanya Rp 200 ribu an.
“Beda dengan jembatan Suramadu yang dibangun pemerintah untuk menyatukan masyarakat Jawa Timur secara keseluruhan dengan penduduk Madura yang memang sudah layak ada sebuah jembatan mengingat potensi daerahnya yang besar dan jumlah penduduk yang dilayani pun besar dan tanker pun tidak melintas dibawahnya,” jelas Bambang.
Bayangkan, Bambang menggambarkan, Madura itu beda dengan sekitar 5 juta lebih penduduk dihubungkan jembatan dengan Surabaya pintu gerbang Jawa Timur dengan 42 juta penduduk sehingga potensi alamnya yang komplit dengan menghasilkan garamnya, gas, pertanian, perikanan bahkan sektor perikanan di Jawa Timur ada di Madura sehingga layak jika dibangun sebuah jembatan penghubung dua pulau ini. Dengan panjang yang sama dengan jembatan yang direncanakan untuk pulau laut sekitar 1 koma sekian mil dengan biaya pembangunannya kala itu 1 koma sekian triliun.
“Mungkin kalau sekarang biayanya bisa 3 sampai 5 triliun yang dibutuhkan untuk membangun jembatan tersebut,” ucapnya.
Bambang pun menyebut pemanfaatan jembatan itu nantinya yang kurang tepat guna yang seakan mengistilahkan untuk sekawanan hewan saja yang hendak menyeberang, pasalnya menurutnya di pulau laut itu adalah kawasan hutan lindung yang harus di jaga fungsinya.
“Emangnya kita mau buat jembatan itu untuk monyet. Itu hutan lindung yang tidak bisa diapa-apain, dan rakyat juga tidak ikhlas itu,” imbuh Bambang.
Selain itu, Bambang mengingatkan, yang tak kalah pentingnya bahwa selat itu dibutuhkan sekali untuk kepentingan logistik melalui jalur laut itu lebih singkat bagi kapal-kapal yang melintasi perairan tersebut. Karena jika harus kapal berlayar memutari pulau maka jarak tempuh akan lebih jauh yang berdampak pada biaya oprasionalnya.
“Masalah kerawanan juga akan muncul akibat ada jembatan itu nantinya, seperti sangat berpotensi akibat tertabrak kapal yang berdampak putus maka biaya besar itu akan sia-sia. Demikian juga, kalau ada niat sabotase terhadap kapal-kapal yang melintas dibawah jembatan khususnya tanker akan sangat berbahaya. Bayangkan kalau ada kapal tanker raksasa lewat trus kemudian disabotase orang dari atas jembatan dengan menggunakan peledak maka tidak bisa dibayangkan apa yang terjadi,” ingatnya.
Sedang berita yang berkembang, antara kedua wakil rakyat yang ada di kedua daerah tersebut masih terjadi polemik terkait apa keuntungan untuk kedua daerah masing-masing. Bahkan antara kedua dewan daerah itu masih saling tuding antara siapa yang lebih diuntungkan dengan hadirnya jembatan itu nantinya. Seperti yang dikutip dari banjarmasinpost.co.id bahwa Ketua DPRD Kotabaru Syairi Mukhlis beberapa waktu lalu juga sempat menanggapi adanya komentar dari DPRD Tanbu yang menganggap tidak terlalu diuntungkan.
“Saya berbicara secara luas, terlepas siapa yang diuntungkan dan tidak diuntungkan. Jembatan ini demi kepentingan banua juga dan bila ini terbangun, tentu akan menjadi ikon banua juga,” kata Syairi.
Bahkan untuk perekonomian, menurutnya, Tanbu akan lebih diuntungkan bahkan lebih besar. Alasannya, warga Kotabaru yang berada di kepulauan, mereka akan lebih memilih belanja ke Tanbu dibandingkan ke Kotabaru karena lebih dekat. Sehingga bila berbicara soal siapa yang diuntungkan, Tanbu akan merasakan lebih besar dibandingkan Kotabaru.
Sebelumnya, Ketua DPRD Tanah Bumbu H Supiansyah ZA, SE.MH mengatakan, rencana pembangunan jembatan sepanjang lebih kurang 5 kilometer yang menelan biaya cukup besar itu dianggap nya tidak begitu menguntungkan masyarakat Tanahbumbu.
“Misalkan masyarakat di Mentewe. Mungkinkah mereka menggunakan jembatan, lebih baik anggarannya untuk perbaikan infrastruktur jalan di Mentewe,” ucap Supiansyah.
Supiansyah menambahkan, pun dari segi manfaat. Setelah terbangunnya jembatan, apakah hanya memberi keuntungan bagi Kotabaru. Sementara mudarat bagi (Tanahbumbu) memberikan dana.
“Lebih baik dananya dibangunkan Dam dan sebagainya untuk lahan pertanian dari pada membuat jembatan,” katanya.
Itu menunjukkan terkesan pembangunan itu dipaksakan dan tidak mengitung betul lebih mendalam manfaatnya. Dengan perbedaan pandangan yang ada itu bisa dikata bahwa pengalokasian dana yang besar itu sebenarnya masih sangat dibutuhkan disektor lain yang lebih pro kepada masyarakat. Bambang melihat, kolaborasi pemerintah daerah dan pusat itu hanyak seputar proyek dan bukan untuk kepentingan masyarakat. Sebenarnya banyak proyek-proyek yang dibangun dalam pemerintahan sekarang yang kurang bermanfaat untuk publik seperti LRT, waduk-waduk sebagian besar tidak berfungsi. Waduk Beriwit Berau, waduk Paselloreng Wajo, Sulawesi Selatan.
“Lebih baik dihentikan dari pada hutang negara ini semakin besar tapi tidak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Bahkan, masyarakat pulau laut pun sempat lakukan demo menolak pertambangan disana dengan alasan penyelamatan lingkungan,” pungkas Bambang. (RG/Die)