SURABAYA –Genap sudah 7 (tujuh) hari peristiwa terbakarnya Kapal Motor (KM) Santika Nusantara yang telah mendapat penangan secara cepat dari Tim SAR gabungan maupun masyarakat nelayan berhasil mengevakuasi sebanyak 311 (tiga ratus sebelas) orang korban, dan menyisahkan duka 3 (tiga) jiwa meninggal dunia itu menjadi pelajaran yang sangat berharga. Pasalnya, bukan pertama kali kecelakaan serupa ini terjadi yang menorehkan persoalan terkait data jumlah penumpang salalu ada selisih dengan riil yang ada diatas kapal.
Kondisi itu sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang ditengarai berkontribusi dalam persoalan tersebut. Peranan petugas lapangan sebagai staf operasional yang menjadi ujung tombak perusahaan pelayaran dituntut bisa bekerja secara profesional, dan menjauhkan diri dari perbuatan nakal yang sengaja memanipulasi data riil penumpang saat melaporkan ke pihak Syahbandar. Hal itu diakui Kepala Bidang Keselamatan Berlayar (Kesbel)Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak, Syachrul Nugroho yang mengatakan bahwa sesuai data Manifest penumpang, Crew List, Mitra kapal, dan super serta kernet truk yang disampaikan kepada kami berjumlah 277 (dua ratus tujuh puluh tuju) hingga kapal dilakukan Master Sailing Declaration atau pernyataan berlayar nakhoda.
“Kalau dilapangan ada kelebihan jumlah penumpang itu diluar sepengatuan kami,” katanya saat ditemui diruang kerjanya, Rabu (28/8/2019).
Bila dilihat sekilas, lanjut Nugroho, kebakaran itu munculnya dari sisi car deck, itu artinya dugaan sementara penyebabnya dari muatan kapal yang bisa jadi dari salah satu muatan truk. Bila harus dilakukan kegiatan pemeriksaan yang menyeluruh satu persatu terhadap truk, lanjut Nugroho, maka akan berakibat terhadap efisiensi waktu yang akan menimbulkan keterlambatan kapal berlayar, padahal tambatan di dermaga itu sudah ditentukan lamanya sandar karena tingginya antrian kapal yang keluar masuk pelabuhan. Namun begitu, dirinya sepakat kalau sumber persoalan kapal RORO diseputaran muatan itu harus diselesaikan persoalannya secara bersama oleh semua pihak.
“Kita tidak bisa melihat di satu sisi saja, kegiatan itu harus dilihat secara menyeluruh dari hulu hingga ke hilir. Artinya itu menjadi tanggung jawab bersama terutama para ekspedisi lebih jujur menyampaikan apa muatan truk kepada pihak pelayaan sehingga ada penanganan khsusus terhadap barang-barang tertentu,” jelasnya.
Disamping itu, Nugroho mengingatkan, ada peran juga dari nakhoda yang merupakan pihak paling bertanggung jawab atas apa yang ada di atas kapal karena sebelum pelayaran pun sudah dilakukan master sailing declaration oleh pihak kapal yang ditandatangani oleh nakhoda. Sedang master sailing declaration itu sendiri adalah surat pernyataan yang dibuat oleh Nakhoda yang menerangkan bahwa kapal, muatan, dan awak kapalnya telah memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim untuk berlayar ke pelabuhan tujuan, sehingga dengan dasar surat tersebut maka bisa dipastikan nakhoda telah mengetahui seluruh apa yang diangkutnya, dan dari dasar itulah perusahaan pelayaran melalui bagian operasional lapangan mengajukan kepada pihak Syahbandar untuk dapat surat persetujuan berlayar (SPB) atau Port Clearance.
“Penerbitan SPB adalah suatu kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Syahbandar terhadap kapal yang akan berlayar berdasarkan surat pernyataan Nakhoda atau master sailing declaration. Artinya kita pasif, kondisi kapal dengan dokumen yang ada sesuai atau tidak melebihi dari kapasitas maka kita tidak perlu turun. Kecuali ada hal yang mencurigakan baru dilakukan pemeriksaan,” terangnya.
Bahkan dalam aturan pelayaran mengatakan berhak seorang nakhoda bila dia merasa ragu dengan keselamatan kapal kalau dilakukan pelayaran bisa membatalkannya. Nugroho juga menambahkan, di dalam kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) itu lebih ekstrim dikatakan, dalam keadaan darurat nakhoda bisa membuang muatan untuk menyelamatkan kapal seperti yang tertuang di dalam capter 12 SOLAS 74 merupakan kewenagan berlebih nakhoda (master overriding authority).
“Hal seperti itu diperbolehkan nakhoda mengambil tindakan,” imbuhnya.
Persoalan selisih jumlah penumpang KM Santika Nusantara antara data yang disampaikan ke Syahbandar dengan data riil hasil evakuasi korban yang mencapai 34 (tiga puluh empat)orang menjadi pekerjaan pihak terkait untuk mengungkapnya. Jika itu ada unsur kesengajaan dalam melakukan manipulasi data, tentu ranah hukum yang harus berbicara.
“Bila itu benar dilakukan dengan kesengajaan memalsukan data maka pelaku bisa diancam perbuatan pidana,” ujar salah satu anggota Kepolisian.
Pengawasan maupun pemeriksaan kerap kali kecolongan, hal itu terbukti dengan adanya penumpang yang tidak masuk dalam data manifest yang disampaikan oleh perusahaan pelayaran kepada pihak Syahbandar. Terlepas prilaku itu apa ada unsur kesengajaan atau tidak, itu yang harus diungkap karena bisa juga ditafsirkan diduga ada pemalsuan dokumen atau data yang beresiko pidana seperti yang dimaksud Pada Pasal 263 KUHP disebutkan, barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
“Bisa jadi permainan jaman bauhelak mas terulang kembali dengan sengaja oknum menjual tiket kapal diluar catatan manifest untuk memperkaya diri sendiri,” ucap petugas berbaju preman yang enggan disebut namanya.
Dari persoalan itu, titikomapost mencoba konfirmasi dengan pihak perusahaan pelayaran owner dari KM Sanrtika Nusantara melalui bagian staf oprasional sebagai pelaksana dilapanga melalui sambungan Whatsapp di nomor +62 822 3230 xxxx namun belum ada tanggapan hingga berita ini diturunkan.
Sementara itu, Anggota Komisi V DPR-RI, Bambang Haryo Soekartono menyoroti terkait perlunya ditingkatkan stirilisasi akses masuk ke pelabuhan, khususnya jalur penumpang kapal-kapal Roll On – Roll Off (RORO) baik truk maupun mobil pribadi harus ada pengecekan yang jelas sehingga tidak terjadi adanya penumpang gelap yang diduga menyusup melulali kendaraan angkutan barang tersebut. Apalagi menurutnya, Tanjung Perak merupakan salah satu ratusan pelabuhan yang sudah berstandar Internasional yang sudah comply dengan The International Ship and Port Facility Security Code (ISPS Code). Dengan begitu, muatan kapal yang dipicu sebagai penyebab kecelakaan kebakaran KM Santika Nusantara itu dapat diminimalisir dan tidak akan berulang terus seperti yang sudah-sudah.
“Pengawasan dan pemeriksaan harus ditingkatkan sehingga tidak lagi ada penumpang gelap bisa naik keatas kapal serta barang muatan truk dapat dipastikan aman,” ungkapnya.
Untuk diketahui, darihasil rapat evaluasi Tim SAR di hari ke tujuh diperoleh jumlah korban 311 orang (308 selamat dan 3 orang meninggal). Sedang posko SAR kebakaran KM Santika Nusantara yang semuala digelar di terminal penumpang kapal GSN Tanjung Perak dipindahkan ke kantor SAR Surabaya, dan sesuai dengan instruksi BASARNAS, operasi SAR terhadap KM Santika Nusantara tetap dilanjutkan hingga kapal berhasil dibawa ke perairan Gresik untuk dilakukan pemadaman dan penyisiran di dalam kapal guna memastikan masih atau tidaknya korban di dalam kapal tersebut. (RG) BERSAMBUNG