INSPECTOR TIDAK LAGI DARI SATU LEMBAGA SAJA
SURABAYA – Sertifikasi kontainer yang diwacanakan dilakukan oleh BKI atas mandat dari pemerintah, sempat mendapat tanggapan serius dari Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) yang merasa keberatan kalau sepenuhnya diserahkan kepada Biro Klass saja. Pasalnya, setiap perusahaan pelayaran telah memiliki sumber daya manusia (SDM) yeng menangani khusus di bidang kelaikan kontainer sebelum bisa digunakan sebagai wadah barang yang akan dimuat diatas kapal.
“Kami dalam operasional juga memiliki tenaga ahli bidang kontrol dan perawatan kontainer untuk memastikan layak atau tidaknya digunakan sehingga menurut kami bisa saja tenaga yang dimiliki pihak pelayaran diberdayakan,” ujar ketua DPC INSA Jawa Timur, Stenvens Hanry Lesawengen, Senin (14/1/2019) disela-sela mengikuti acara Kerjasama antara PT Pelindo III dengan Perusahaan Pelayaran dalam rangka memperkuat konektivitas dan menyederhanakan sistem pembayaran ( Single Billing) di Hotel Sheraton, (14/1/2019).
Menurut Stenvens, dalam sertifikasi kontainer itu tidak juga serta merta menggunakan surveyor Biro klasifikasi Indonesia (BKI), karena menurut kami yang pertama akan terjadi biaya yang luar biasa sebab kontainer yang akan disertifikatkan itu per unit, sedang keberadaan kontainer itu sendiri bisa jutaan.
“Bayangkan ada ribuan hingga jutaan kontainer yang akan mereka keluarkan sertifikatnya,” katanya.
Kalau berbicara kelaikan, lanjut Stenvens, di semua perusahaan pelayaran sendiri pasti mempunyai bagian yang menangani khusus mengontrol hingga melakukan perbaikan kontainer. Itu ada namanya devisi ECS (Ekuitmen Control System) dengan dilengkapi workshop untuk memelihara kontainer itu sendiri.
“Jadi visinya pasti laik, karena yang keluar dari depo kita itu siap untuk digunakan. Jangankan penyok besar, lobang sebesar jarum pun itu tidak boleh,” jelas Stenvens.
Stenvens menambahkan, kelaikan terhadap kontainer yang digunakan pelayaran itu tidak harus dari BKI karena dengan devisi yang dimiliki pastinya kondisi kontainer akan terjaga.
“Kita ingin devisi itu tetap ada dan dilegalkan tetapi tetap pada undercontrol pemerintah melalui Perhubungan Laut. Seandainya sudah bisa, bila devisi itu keluarkan kontainer asal-asal maka bisa dikenakan sanksi,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan (Ditjen Hubla), Ir. R. Agus H. Purnomo, mengatakan, bisa saja, para pegawai pelayaran yang berkecimpung dibagian kualitas kontrol kontainer yang dimiliki perusahaan pelayaran dilakukan asesmen kepadanya supaya dapat memiliki sertifikat untuk bertindak sebagai petugas yang melakukan sertifikasi kontainer.
“Itu akan meliputi Orangnya, workshopnya dan prosedurnya juga akan di certificate nantinya dengan tatacara yang akan disediakan,” tegasnya.
Dalam hal ini, menurut Agus, kita sedang menggodok persoalan sertifikasi kontainer itu sendiri dan kita akan mengatur supaya ada lembaga atau perseorangan yang bisa bertindak sebagai tenaga yang mensertifikasi jadi tidak terbatas hanya dengan BKI saja.
“Jadi nantinya Inspector itu bisa dari swasta atau aparatur sipil negara (ASN) bahkan dari BKI pun bisa,” terangnya.
Kita mengikuti ada contoh analogi, pabrik boiler misalnya, disitu memiliki independen inspektor yang memang sudah certificate artinya bisa lembaga bisa orang. Yang terpenting dalam pelaksanaannya nanti ada data riport artinya workshop disertifikasi oleh indepandent asesor layak ngak untuk dapat bekerja dimana ini sedang kita pelajari.
“Setiap kegiatan sertifikasi nanti ada data report artinya workshop disertifikasi oleh indepandent asesor terkait layak atau ngak untuk dapat bekerja dimana ini sedang kita pelajari,” tandas Agus.
Kedepan, lanjut Agus, kalau bisa baik yang melakukan sertifikasi atau petugasnya
dan kemudian resertifikasi, perbaikan, workshop untuk perbaikan serta personil yang bisa melakukan perbaikan dilegalkan.
“Ya seperti workshop yang certificate baik orangnya, inspekturnya maupun bengkelnya itu sendiri serta nantinya kita akan atur seperti itu. Namun pengawasan tetap pada regulator.,” pungkasnya. (RG)