BANDUNG – Pemerintah gelar Rapat Koordinasi (Rakor) gabungan antara Kementerian Perhubungan dan Kemenko Maritim membahas pematangan pengajuan Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Sunda dan Selat Lombok yang akan disampaikan pada sidang International Maritime Organization (IMO) Sub Committee Navigation, Communication Search and Rescue (NCSR) ke-6 Januari 2019 mendatang.
“Pengajuan TSS di selat Sunda dan selat Lombok ini sudah melalui beberapa proses dan telah diajukan ke IMO dalam bentuk Information Paper pada sidang IMO Sub-Komite NCSR ke-5 di London pada Februari 2018. Sedangkan Proposal TSS di Selat Lombok dan Selat Sunda telah diterima oleh Sekretariat IMO 16 Oktober 2018,” ujar Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut Basar Antonius di Bandung, Selasa (18/12/2018).
Menurut Basar, penetapan TSS atas selat Lombok dan selat Sunda, dibutuhkan guna menjamin keselamatan pelayaran di perairan yang termasuk ALKI dengan traffic lalu lintasnya cukup tinggi. Selat Sunda sendiri terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI I dari selatan ke utara dengan jalur lintas yang memiliki kepadatan tinggi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera yang sebagian besar dilalui oleh kapal penumpang.
“Sedangkan Selat Lombok yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI II juga merupakan jalur lalu lintas internasional yang memiliki kepadatan tinggi dikarenakan oleh keberadaan kawasan wisata di sekitarnya,” jelasnya.
Disamping itu, lanjut Basar, di selat Sunda juga terdapat beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai daerah konservasi laut dan wisata taman laut yang wajib dilindungi dan terdapat dua gugusan terumbu karang, yaitu Terumbu Koliot dan Terumbu Gosal yang berbahaya bagi pelayaran.
“Salah satunya adalah Wilayah Pulau Sangiang yang telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.55/Kpts-II/1993,” terangnya.
Sedangkan selat Lombok yang terletak di jalur lalu lintas kapal perairan ALKI II juga merupakan jalur lalu lintas internasional yang memiliki kepadatan tinggi dikarenakan keberadaan kawasan wisata di sekitarnya.
“Selain itu, kami juga berharap penetapan TSS di Selat Lombok dan Selat Sunda ini dapat berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan maritim di wilayah perairan kedua Selat tersebut,” imbuhnya.
Sementara itu, sistem rute yang diusulkan pada Selat Sunda ini adalah untuk membangun TSS baru, Precautionary Areas, dan dua Inshore Traffic Zones (Eastern inshore traffic zone and Western inshore traffic zone) di Selat Sunda yang terletak di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Sedang sistem rute yang diusulkan pada Selat Lombok adalah untuk membentuk TSS baru, dua Precautionary Areas dan dua Inshore Traffic Zones di Selat Lombok yang berlokasi di Pulau Bali dan Pulau Lombok.
“Dengan adanya pemisahan alur lalu lintas yang berlawanan di daerah tersebut, serta penetapan precautionary area pada rute persimpangan memastikan kapal-kapal yang menggunakan alur tersebut bisa mendapatkan informasi yang memadai mengenai lalu lintas di sekitarnya sehingga mengurangi risiko terjadinya tubrukan kapal dan kapal kandas yang tidak disengaja dengan menjauhkan kapal dari terumbu karang,” papar Basar. (RG/BT)