SURABAYA – Kondisi penyeberangan kapal feri Ujung Surabaya-Kamal Madura (Ujung-Kamal), kian tragis dan mengenaskan nasibnya. Ironisnya, setelah mengalami jaman keemasan sebagai satu-satunya moda transportasi penghubung antara Surabaya dan Pulau Madura di masa lampau itu harus tak berdaya menghadapi ‘pesaing’ tunggal, Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu).
Bahkan, moda transportasi laut yang dulu pernah jadi primadona itu, perlahan namun pasti terus mengalami penyusutan minat serta jumlah penumpang. Praktis, kondisi tersebut memaksa penyebarangan kapal yang kini dioperatori dua perusahaan pelayaran, PT Dharma Lautan Utama (DLU) dan PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) Cabang Surabaya itu tak henti dirundung kerugian dalam setiap operasionalnya.
“Penyeberangan ini tidak boleh mati, untuk itu saya mendukung subsidi lintasan feri Ujung-Kamal. Kebetulan juga saya ada di Badan Anggaran. Jadi, tugas saya merealisasikan apa yang saya katakan. Intinya, apapun yang terjadi, penyeberangan Ujung-Kamal tetap dipertahankan, khususnya dipertahankan untuk tidak rugi. Harus ada subsidi atau PSO (Public Service Obligation, red),” tandas Bambang Haryo yang tiba-tiba sidak dalam masa resesnya di Kantor PT ASDP (Persero) Indonesia Ferry Cabang Surabaya, Jumat (3/8/2018).
Dalam hal operasional, lanjut Bambang Haryo, setidaknya sarana transportasi itu tidak boleh kurang untuk menutup biaya operasional. Mengapa demikian? Alasannya, masalah keselamatan itu penting dan harus benar-benar dijaminkan kepada moda transportasi terhadap keselamatan jiwa para penumpangnya.
“Karena itu, anggaran untuk menjamin keselamatan, atau biaya untuk menutup jaminan keselamatan kepada penumpang tidak boleh kurang atau dikurangi,” tandas politisi Partai Gerindra ini.
Dia meminta, masalah ini harus mendapat perhatian, karena nyawa publik harganya tidak terhingga. Artinya, nyawa publik harganya sangat mahal dan tidak bisa ditukar dengan apapun.
“Bukan tidak ternilai. Tapi, tidak terhingga. Kalau tidak ternilai, berarti tidak ada nilainya. Apakah Anda bersedia dibayar Rp 1 triliun, tapi untuk dibunuh?” ujar Bambang beranalog.
Meski terlihat jaraknya pendek, namun lanjut Bambang, arus lintasan Ujung-Kamal rata-rata mencapau 2 knot atau setara dengan 5 km/jam. Apabila, sampai terjadi sesuatu terkait keselamatan, berarti pemerintah yang bertanggungjawab.
“Saya katakan lagi, kalau sampai tidak ada pelayanan di penyeberangan Ujung-Kamal, artinya pemerintah tidak hadir. Jangan sampai pemerintah atau negara ini dikatakan tidak hadir,” ingatnya didampingi GM PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Surabaya, Rudy Hanafiah dan Ketua Umum DPP Gapasdap, Khoiri Sutomo.
Apa sebenarnya yang membuat pengucuran subsidi yang diharapkan
begitu alot? Bambang menyebut, hal tersebut dikarenakan pemerintah tidak memiliki kesungguhan terhadap lintasan yang dianggap remeh dan ecek-ecek tersebut. Karena, Padahal, lintasan Ujung-Kamal ini bukan sembarang lintas seperti Ketapang-Gilimanuk, melainkan lintas untuk mengantisipasi jika terjadi sesuatu yang bersifat emergency di Jembatan Suramadu.
“Jadi fungsi lintasan ini dobel-dobel, selain fungsi antisipasi apabila terjadi masalah di Jembatan Suramadu, fungsi lintas Ujung-Kamal juga untuk pariwisata. Seharusnya, pemerintah mengerti dan perhatian terhadap keselamatan transportasi di moda penyeberangan Ujung-Kamal yang juga memiliki nilai historis,” jelas Bambang.
Menurutnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat berkepentingan untuk pengucuran anggaran subsidi bagi transportasi penyeberangan yang kini hanya dioperasikan 3 kapal dari dua operator (KMP Jokotole/PT DLU dan KMP Tongkol/KMP Gajah Mada milik PT ASDP). Namun, ingat Bambang, yang lebih berkepentingan dalam hal subsidi ini adalah pemerintah pusat.
“Karena, anggaran daerah ini juga tergantung dari pemerintah pusat. Jadi, saya minta segera direalisasikan, tidak boleh tidak. Harus ada perhatian dan kesungguhan pemerintah,” tegasnya.
Sementara itu, Kasie Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Dinas Perhubungaan Jawa Timur (Jatim), Gatot Subroto mengatakan, pemerintah daerah Provinsi Jatim itu sudah berupaya melalui surat Gubenur kepada Kementerian Perhubungan dengan maksud minta diberikan subsidi bagi kapal Ferry Ujung-Kamal, dan meminta dibangun Long Disten Ferry (LDF) untuk mendukung operasional kapal-kapal di lintasan ASDP itu.
“Tapi sampai sekarang pemerintah pusat mungkin masih ada beberapa evaluasi atau menganalisa sehingga sampai sekarang kok belum ada realisasinya, itu yang kami tunggu sampai sekarang,” terangnya.
Selama ini, lanjut Gatot, kami sudah berkomunikasi bahkan bersurat, tapi kan dari pihak Kementerian Perhubungan sampai saat ini belum ada informasi lanjutan.
“Yang jelas kami belum tahu permasalahannya dimana, apakah anggarannya kurang atau belum masuk program strategis Nasional itu kami belum paham,” tandas Gatot. (RG)