SENGGIGI – Dengan melihat dari evakuasi wisatawan baik asing maupun lokal setelah dievaluasi maka sangat diperlukan sebuah Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dinakhodai pemerintah daerah sebagai Commandernya. Pasalnya, dalam pelaksanaan evakuasi saat gempa awal lalu itu terjadi carut-marut dimana setiap instansi melakukan dengan cara masing-masing sehingga timbul ego sektoral tentunya akan berdampa kurang maksimal.
“Dengan adanya sop tanggap darurat bencanà khususnya di lingkungan maritim akan lebih meningkatkan jalannya evakuasi secara terfokus juga akan mengurangi resiko,” ujar Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Lembar, Capr. M. Hermawan, MM. MMar saat menjadi narasumber mewakili Dirjen Perhubungan Laut, R. Agus. H. Purnomo di acara Rapat Koordinasi Infrastruktur Maritim (Bidang konektivitas dan sistem logistik) di Kila Hotel Senggigi Beach Lombok selama tiga hari ( 18-20), Rabu, 19/9/2018).
Menurut M. Hermawan, dengan sop itu akan menjadi sebuah garatie bagi para wisatawan. Hal itu sejalan dengan hastek yang digaungkan oleh pemda NTB ‘Lombok Bangkit Kembali’. Berkaca dari penanganan evakuasi yang lalu itu masih terjadi tumpang tindih perintah dan sebagainya. Dengan berbekal dari perintah pusat maka langkah diskresi dilakukan dengan memerintahkan kapal-kapal swasta sebanyak 4 kapal anggota Gapasdap Lembar melakukan evakuasi terhadap wisatawan asing korban gemppa dari Gili Trawangan sebanyak sekitar 2. 500 orang saat itu secara bertahap di bawak ke pelabuhna Lembar, Padangbai dan Benoa.
“Berbicara ijin saya berlakukan surut atas dasar perintah pusat yang penting kapal jalan dulu untuk lakukan evakuasi,” ungkap M. Hermawan
Dari tindakan evakuasi para wisatawan kemarin itu kami bisa mengambil kesimpulan bahwasanya sinergisitas dari senua instansi itu masih banyak akunya, artinya kita harus bisa tanggalkan ego sektoral. Hal itu terjadi larena belum adanya pihak yang ditunjuk sebagai commander dalam aksi penyelamatan bencana alam di Nusa Tenggara Barat khususnya di sektor laut.
Butuhnya commander itu agar bisa mengarahkan semua instansi kemaritiman begerak melakukan evakuasi tanpa melihat ini dan itu. Contoh, akses masuk ke Gili Trawangan maupun sekitarnya itu terbuka luas dan tidak ada pintu khusus agar dapat terdata dengan benar wisatawan siapa saja yang datang dan keluar dari pulau tersebut.
“ Saat itu kita tidak menyangka kalau ada ribuan wisatawan yang ada disana dan data yang kami minta tidak ada satupun yang bisa menjawab. Alhamdulillah dari evakuasi itu berhasil dengan Zero Acciden tapi seandainya turis itu ada yang sampai meninggal dunia maka itu akan menjadi masalah bagi kita,” katanya.
Untuk itu, saya mengambil kesimpulan dan sudah menyampaikan kepada pemerintah kota dan provinsi NTB untuk dapatnya dibentuk SOP penanggulangan keadaan darurat. Sehingga kami berharap SOP yang dimaksud agar bisa mendapat dukungan dari pihak-pihak terkait untuk dapat tercipta.
“Maksudnya, agar SOP itu untuk kedepannya dapat dijalankan jika dalam keadaan darurat. Dan SOP itu sendiri jika diketahui para wisatawan asing khususnya akan menjadi sebuah garansi bagi mereka sehingga merasa aman selama berada di NTB,” tandasnya.
Sebagai unsur perhubungan, di kami ada unsur Laut, Darat dan Udara dimana masing-masing dapat terlibat sesuai tupoksi masing-masing menjalankan SOP tanggap darurat bencana.
“Yang dilaut dengan menggunakan kapal, udara ada pesawat dan darat dapat didukung dengan armada bus damri,” papar Hermawan.
Kedepan, lanjut Hermawan, Lombok akan lebih ramai karena upaya PT Pelindo III dengan mwmbangun pelabuhan Gili Mas rentu akan membuka peluang besar hadirnya wisatawan asing sebab pelabuhan tersebut mampu di sandari kapal-kapal pesiar atau Crouse yang berukuran besar.
“Selama ini kan hanya bisa berlabu dan turis yang turun kapal kurang maksimal. Dengan kapal itu sandar tentu secara kesekuruhan penumpangnya akan turun karena tidak perlu susah lagi naik turun kapal imbal ke darat,” pungkasnya.
Sementara itu, ada dua penanya tatkala modertor membuka session tanya jawab atas presentasi kepala KSOP Lembar itu.
Anita Puji Utami sebagai wakil ketua umum Pusat IPERINDO yang nerupakan asosiasi pengusaha galangan kapal mengatakkan, kami melalui organisasi juga telah melakukan berbagai kegiatan peduli Lombok baik bantuan logistik hingga kegiatan Trauma Healing terhadap anak-anak korban gempa.
“Banyak hal-hal yang terkait dengan penanganan bencana gempa ini yang harus fallow up lagi dengan melihat kenyataan bahwa masih banyak yang harus kita akomudir sebagai bentuk empati dari semua kalangan di luar Lombok,” tuturnya.
Banyak juga di luar sana yang dilakukan kurang koordinasi dimana seharuanya bisa lebih tertangani lebih baik lagi termasuk pemulihan infrastruktur yang ada termasuk pendidikannya.
“Apakah ada upaya yang lebih cepat untuk mengambil tindakan terhadap pemulihan kondisi di Lombok. Seperti yang digambarkan bahkan ada rekening ratusan juta yang tidak bisa digunakan sehingga kami memandang harus ada tindakan yang cepat,” ucap Anita.
Senada, Subhan sakah satu peserta yang kebetulan juga dari IPERINDO mengaku, ada dua hal yang perlu diperhatikan yaiti, pada saat kejadian dan kedua setelah kejadian.
Saya sependapat dengan KSOP betapa perlunya SOP mengingat pengalaman dilapang banya masyarakat yang berhamburan tidak tahu apa yang harus dilakukan sehingga dengan kepanikan itu makin menyulitkan mereka.
“Jika kalau ada pengarah atau penuntun tentu tidak akan berhamburan kesana kemari sehingga lebih terarah. Seperti kaalau dikapal terjadi musibah maka master poin dan manajenen keselamatan secara standarnya akan ada yang mengarahkan untuk evakuasi,”
“Perlunya Safety regulasi berupa SOP tanggap bencana itu,” imbuhnya.
Disamping itu, Subhan masih melihat pasca gempa hingga saat ini masih sangat diperlukan trauma healing sehingga turun tangan pemerintah sampai ke titik penerima dapat berjalan.
“Keberadaan tim teknis sangat diperlukan jika kalau melihat jalannya evakuasi yang dilakukan unsur maritim hingga non stop 24 jam itu sangat luar biasa,” sarannya. (RG)