Hadapi UU Cipta Kerja IPERINDO Pastikan Anggota Siap Lakukan Penyesuaian Perijinan Dasar

226
Suasana forum Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka peninjauan kembali tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk KKPRL sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 (PP 85/2021) yang digelar oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Denpasar yang diikuti para pelaku usaha industri maritim dan perikanan Jawa Timur di Hotel Royal Tulip Darmo Surabaya, Kamis (4/5/2023).

titikomapost.com, SURABAYA – Persoalan pengaturan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang termasuk dalam perijinan dasar dari kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak lahirnya 2 tahun lalu direspon positif oleh pelaku usaha industri maritim yang tergabung dalam Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai (IPERINDO) melalui Ketua Umumnya menegaskan bahwa seluruh anggotanya akan mematuhi apa yang menjadi ketetapan pemerintah meski telah mengantongi setumpuk perijinan selama bertahun-tahun beroperasi.

“Tentu kami akan menyesuaikan dengan adanya aturan yang baru dua tahun ini diterbitkan tapi kami butuh pendampingan dari pihak KKP agar seluruh anggotra itu jelas dan paham, makanya kami minta diadakan forum lagi untuk coaching diikuti serentak anggota Iperindo khususnya akan di mulai dari wilayah Timur nanti yang akan di gelar Surabaya,” kata Ketua DPP IPERINDO Anita Puji Utami disela mengikuti forum Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka peninjauan kembali tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk KKPRL sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 (PP 85/2021) yang digelar oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Denpasar yang diikuti para pelaku usaha industri maritim dan perikanan Jawa Timur di Hotel Royal Tulip Darmo Surabaya, Kamis (4/5/2023).

Menurut Anita, pada prinsipnya kami pelaku usaha industri maritim yang tergabung dalam wadah iperindo siap melakukan penyesuaian perijinan dengan hadirnya undang-undang cipta kerja terkait penggunaan sebagian ruang laut dalam bidang usahannya. Namun, dirinya minta pada kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bisa mendengarkan keluh kesah seluruh pelaku usaha yang telah bertahun-tahun bahkan ratusan tahun menopang keberlangsungan jalannya perekonomian nasional melalui jalur laut yang sejalan dengan semangat Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia yang di gelorakan oleh presiden Joko Widodo.

“Perusahaan galangan keberadaannya itu sudah ada ratusan tahun seperti PT Dok Perkapalan Surabaya atau PAL itu juga tergolong lama beroperasi. Tidak mungkin tidak berijin,” ungkapnya.

Senada, Ketua IPERINDO Jawa Timur, Momon Hermono mengaku, opasional perusahaan galangan yang sudah berjalan bertahun-tahun itu sudah mengantongi perijinan yang telah lengkap, namun dengan hadirnya undang-undang cipta kerja ini otomatis kita juga akan menyesuaikan. Perijinan yang telah ada itu antaranya adalah:
1. Ijin Lokasi oleh Gubernur
2. Ijin Terminal Khusus yang dikeluarkan oleh Dirjen Perhubungan Laut, Kementerian
Perhubungan
3. Ijin reklamasi Kementerian Perhubungan
4. Ijin Lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
5. Ijin Pemanfaatan Ruang oleh Badan Penanaman Modal Pemprov Jatim.
6. Dokumen AMDAL
7. Dokumen Sewa Perairan dengan KUPP setempat sesuai Wil perusahaan,
8. NIB BERBASIS RBA
9. Izin Usaha Industri oleh Kementerian Investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal

Baca Juga  Kementerian BUMN: Dividen BUMN 2024 Capai 85,5 T, Tahun Depan Yakin Tembus 90 T

“Pada dasarnya legalitas dari galangan yang beroperasi itu tidak ada masalah. Otomatis dengan adanya aturan baru untuk pemanfaatan ruang laut ini kita akan review semuanya. Setelah kita diskusikan dengan Dirjen kami butuh waktu untuk mensosialisasikannya pada anggota penyesuaian dokumen yang sudah ada dengan aturan yang baru ,” terangnya.

Sebenarnya, Anita menjelaskan bahwa kalau kita lihat, industri galangan kapal ini sudah banyak sekali bebannya, mulai dari perijinannya, sumber daya manusia yang cukup banyak karena padat karya otomatis nilai manfaatnya sangat tinggi bagi masyarakat pesisir itu sendiri. Jadi lebih banyak kebermanfaatnya daripada resiko terhadap lingkungan hidup itu sendiri. Sehingga memang kita berharap ijin-ijin ini tidak menjadi beban bagi industri galangan kapal. tapi saya berharap, kemudahan-kemudahan yang bisa di dapatkan dalam perijinan ini .

“Kamai juga berharap adanya harmonisasi di dalam kepengurusan atau perijinan yang lainya, karena saat ini kami kan juga ada Tersus dimana sudah dibebani terkait sewa perairan. Otomatis apakah nanti ada harmonisasi terhadap aturan yang terkait serta kebermanfaatan dari PNBP yang nanti harus kita bayar,” ujarnya.

Sekali lagi, Direktur Utama PT Adiluhung Saranasegara Indonesia itu juga mengharapkan adanya kemudahan-kemudahan untuk mendapatkan perijinan itu, dan kami juga sudah menyampaikan kepada pihak KKP bersama folow up untuk lebih intensif bisa bertemu dengan anggota Iperindo supaya industri di kami yang sifatnya sebagai pendukung bagi keselamatan pelayaran kapal bisa tetap berjalan dengan baik.

“Tidak mungkin tidak ada galangan kapal di dalam negeri. bagaimana kapal-kapal bisa docking, apa harus di luar negeri tentu akan menyulitkan khususnya bagi kapal-kapal kecil yang akan berdampak pada biaya tinggi juga akan berpengaruh pada tingkat kemanan karena harus melakukan pengedockan. Kami mohn dukungan dari berbagai kementerian untuk bisa mengbeck up keberlangsungan industri galangan kapal,” pinta Anita.

Ketika disinggung besaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang akan diberlakukan kepada dunia industri galangan kapal, Anita mengaku cukup tinggi tarifnya ada sekitar 18,6 juta per hektar. Bukan hanya PNBP, ada biaya-biaya yang harus kita keluarkan seperti biaya konsultan, biaya pengukuran , masuk juga review Amdal dan lain sebagainya.

“Jadi ini perlu waktu, kami pun berharap adanya kolektif bila dilakukan secara bersama-sama KKP dengan Iperindo supaya lebih efisien. Dan kita sekali lagi berharap adanya penyesuaian tarif yang lebih ringan karena industri galangan ini bukan semata-mata bicara tentang komersial tapi kita mendukung dunia pelayaran,” imbuhnya.

Baca Juga  PT Pelni Pastikan Setiap Kapalnya Dilengkapi MES

Kami butuh pendampingan pihak KKP biar tidak keliru dalam melangkah melakukan penyesuaian perijinan, dan agar juga diberi kemudahan sebagaimana yang diserukan seluruh anggota Iperindo.

“Kami siap menyesuaikan dengan aturan baru ini, asalkan seluruh pihak bisa membantu. Jangan malah kita dipersulit agar apa yang diharapkan pemerintah bisa berjalan dengan baik,” serunya.

Begitu juga, Ben Sentosa sebagai salah satu anggota Iperindo mengutarakan bahwa sebelum hadirnya aturan yang ada dalam UU cipta Kerja ini, sebelumnya kita sudah punya perijinan yang lengkap sebagai Terminal Khusus (Tersus) yang di dalam perijinannya sudah ada ketentuan-ketentuan termasuk tentang sewa perairan, ijin reklamasi, pembangunan jety yang semua itu ada di dalam perijinan Tersuas itu.

“Kalau sekarang kita harus menambahkan dengan aturan baru ini ya kami siap, dan patuh. Bukan berarti perusahaan galangan yang sudah beroperasi sekian lama berupa Tersus itu ilegal tapi kita sifatnya melengkapi lagi,” akunya.

Sementara itu, Permana Yudiarso, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Denpasar Kementian Kelautan dan Perikanan mengapresiasi kepada pelaku galangan kapal yang tergabung dalam Iperindo satu per satu mulai melakukan penyesuaian perijinan dari ijin-ijin yang sudah dimiliki.

“Tingkat kepatuhan pengusaha itu sudah bagus. Dari 56 galangan yang ada di Jawa Timur sudah mulai satu persatu melakukan penyesuaian,” katanya.

Sesuai dengan undang-undang Cipta kerja no 6 tahun 2023 diatur ulang proses perijinan berusaha diseluruh Indonesia. Pross perijinan usaha itu sendiri saat ini ada tiga yaitu, pertama perijinan dasar, dan kedua perijinan lingkungan serta yang ketiga adalah perijinan berusaha. Apa yang diatur selama ini itu banyak lebih ke perijinan usaha, seperti ijin pengerukan, ijin dermaga pelabuhan, dan seterusnya. Dengan adanya undang-undang cipta kerja, maka prosesnya harus dirunut dari awal lagi, perijinan dasar bentuknya konfirmasi atau persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang di darat maupun di laut. Sedang di darat itu menjadi tugas Kementerian ATR/BPR, dan yang ada di laut adalah tugas Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Makanya kita lakukan sosialisasi KKPRL yang di laut. Ketika sudah mendapatkan perijinan dasar KKPRL, kemudian pelaku usaha akan melakukan proses persetujuan lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Setelah itu baru perijinan usaha dari instansi terkait,” tutur Permana.

Baca Juga  Sambut Ratusan Turis Pelindo Perkenalkan Budaya Nusantara

Terkait perijinan yang sudah dikantongi pengusaha galangan itu pejininan ketiga yang sudah banyak dimiiki oleh pihak pengusaha galangan kapal sebelumnya. Bila memanfaatkan ruang laut maka nanti tinggal menyesuaikan dengan proses kedua dan ketiga. Kalau proses kedua sudah memiliki amdal dan lainya sesuai dengan tata ruang daerah tinggal notivikasikan melalui on line. Kita hanya tinggal melihat saja yang kemudian kita terbitkan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut oleh OSS dari kementerian Invstasi. Bukan kami yang menerbitkan,” paparnya.

“Perubahan itu yang sekarang kami sosialisasikan dari tahun terbit 2021 sampai sekarang yang tentunya juga kita singkronkan dengan Perda tata ruang dari provinsi Jawa Timur. namun perda tersebut kan masih dalam proses, dan nantinya kita akan berpatokan pada itu. Kami tidak akan bisa menerbitkan ijin ketika tidak diatur oleh Perda wilayah Tata Ruang provinsi Jatim,” tandas Permana.

Tapi, lanjut Permana, khususnya wilayah di Jawa Timur bagian Utara, yaitu Lamongan, Tuban, Gresik, Madura dan beberapa daerah keberadaan industri galangan kapal menempati ruang yang sudah sesuai dengan tata ruang yang ada di daerah tersebut. Permana juga menegaskan, jadi yang dimohonkan perijinannya yaitu bangunan yang ada di laut dengan besaran dihitung dari garis pantai hingga pemanfaatan lautnya. Batas penyesuaian terhadap aturan cipta kerja ini ditoleransi sampai bulan Juni 2023 mendatang, baik reklamasi maupun bangunan yang selama 30 hari menetap di laut.

“Semua bangunan yang di laut menetap 30 hari minimal wajib memiliki KKPRL sebagai ijin dasar yang akan dikenakan PNBP ,” tandasnya.

Permana menyebut, penerapan PNBP tersebut sebenarnya dengan tujuan pemungutan itu untuk rehabilitasi kondisi alam di laut yang terdampak akibat kegiaan penggunaan ruang laut tersebut. Mitigasi supaya resiko lingkungan itu bisa diminalisir. Prinsipnya, kami mengacu pada penetapan tata ruang yang dilakukan Provinsi jatim. Jika kita tidak menerbitkan sesuai dengan itu maka kami salah bila galangan itu berada di zona yang sudah benar dimana sudah sesuai dengan peruntukannya.

“Apa yang telah dimiliki para pengusaha itu tidak salah, baik ijin usaha dan lain sebagainya, tapi yang dimaksud oleh KKP itu bisa saya analogkan bahwa kami itu ada di ijin dasar seperti bila kita akan mengurus SIM maka harus ada KTP, lah KTP itu dasar. Jadi ruang pemanfaatan laut itu butuh ijin dasar. ruangan itu yang bentuk KKP, tanpa ada ijin dasar usaha itu bisa ada pencabutan,” tegasnya.

“Seperti yang telah kita lakukan pada salah satu wisata bahari Resor pulau Bawah, Anambas yang tidak memiliki PKKPRL kami tutup gara-gara tidak patuh dengan ini,” pungkasnya. (RG)

Titikomapost.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE