Keselamatan Angkutan Laut Tergadai Pada Regulasi Pemerintah

185
KM Kirana VII salah satu kapal angkutan laut lintas panjang yang melayani masyarakat dengan rute pelayaran Surabaya - Lembar.

Picu Layanan Ala Kadarnya Tak Standar

titikomapost.com, SURABAYA – Jeritan pengusaha angkutan kapal laut baik lintas panjang maupun lintas pendek tak kunjung berselimut kebijakan pemerintah yang memberi iklim kondusif bagi operator kapal hingga membuat Ruh moda transportasi masal yaitu faktor keselamatan ini seakan “Tergadai” pada regulasi pemerintah yang tak ada keberpihakan sampai harus bertaruh dengan seribu resiko demi mempertahankan keberlangsungan hidupnya.

Hingga detik ini, diakui Ketua harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Bambang Haryo Soekartono masih Jauh Panggang Dari Api. Pasalnya, kebijakan pemerintah belum menyentuh hal yang mendasar yang dibutuhkan pengusaha transportasi angkutan penumpang kapal laut di lintasan panjang maupun lintasan pendek yang berusaha tetap bertahan dengan pentarifan yang masih rendah.

“Bayangkan, tarif angkutan penyeberangan kita itu terendah di Asia Tenggara, ataupun bahkan terendah di dunia. Apa ya mungkin bisa semua operator bisa bertahan berjalan dengan sehat, sedang tanggung jawab yang dibebankan padanya sangat besar atas biaya operasional kapal untuk memenuhi standart aturan yang ada. Itu jelas harus menjadi suatu perhatian pemerintah,” kata Bambang Haryo disela acara peluncuran kapal milik PT Dharma Lautan Utama (DLU) di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Senin (13/3/2023).

Truk ODOL gagal embarkasi KM Dharma Kencana 3 di Dermagaa Jamrud Utara pelabuhan Tanjung Perak, Kamis (25/8/2022).

Yang sangat serius, lanjut Bambang, perlu regulasi yang jelas terhadap moda angkutan darat khususnya truk sebagai muatan kapal karena hingga detik ini, baik masih adanya Over load Over Dimensi (ODOL) atau pun persoalan yang lain berpotensi membahayakan keselamatan kapal yang begitu besar nilai investasinya. bahkan, besarnya ivestasi sebuah kapal menjadi tidak ada artinya apabila keselamatanya masih dipertaruhkan akibat regulasinya masih mentah dalam menangani hal tersebut.

“Dampak yang akan ditimbulkan bisa terjadi unstability, roomp door patah dan lain sebagainya yang sudah barang tentu akan membahayakan terhadap keselamatan transportasi itu sendiri. bahkan tidak hanya ODOL yang menjadi perhatian, masih banyak lagi. Muara ODOL itu ada pada pemerintah itu sendiri, bagaimana pemerintah secara tegas menerapkan load dari pada kendaraan itu yang sebenarnya,” tandasnya

Baca Juga  Dukung Seratus Hari Quick Win Kemenhub KSOP Tanjung Pakis Gelar Gerai Pas Kecil Kapal di Pacitan
Tampak KM Mutiara Timur I yang terbakar hingga tenggelam di perairan Utara Karangasem Bali, Kamis (17/11/2022).

Hal lain. Bambang masih melihat masalahl alur pelayaran di beberapa pelabuhan masih banyak mengalami pendangkalan yang dapat mengakibatkan tergerusnya garis bawah air kapal dengan dampak dapat menyebabkan kebocoran pada kapal. Sudah barang tentu akan sangat membahayakan keselamatan pelayaran kapal itu sendiri. Kondisi pendangkalan alur seperti yang terjadi di kalimantan yang rata-rata tidak lebih dari 4 meter. jadi kapal yang akan keluar masuk pelabuhan itu dipaksakan akibat kondisi alur yang dangkal.

“Atau bahkan akibat alur yang dangkal kapal bisa terbalik karena tidak stabil kapal itu akibat lumpur dan sebagainya yang barang tentu membahayakan transportasi itu sendiri,” ujarnya.

“Itu tugas daripada pemerintah untuk menormalisasi alur pelayaran yang ada sebagai bentuk tanggung jawab atas nilai PNBP yang disumbang dari sektor transportasi laut,” imbuhnya.

Apalagi, menurut mantan Anggota komisi V DPR RI itu beban penerimaan pemerintah melalui PNBP yang dibebankan di transportasi laut itu yang terbesar dibandingkan dengan transportasi darat, udara, dan kereta api. Harusnya yang terbesar pemikul PNBP itu transportasi darat, karena jumlah konsumen yang menggunakan transportasi itu jauh lebih besar dari transportasi laut maupun ferry.

“Dari target PNBP pemerintah diatas 10 trilliun, itu 6 trilliun sendiri dibebankan kepada transportasi laut, padahal jumlah pengguna transportasi laut dibanding transportasi darat tidak ada 5 persennya atau mungkin maksimal 10 persen dari total yang menggunakan trsnsportasi darat. Kenapa transportasi darat jauh lebih kecil untuk PNBPnya,” papar Bambang.

Itu yang harus menjadi perhatian dari pemerintah dibalik jargon presiden Jokowi “Poros Maritim’ . Menurut Bambang, kalau memang poros maritim yang menjadi konsentrasi pemerintah, seharusnya dunia maritim lebih diperhatikan mendapatkan fasilitas. Di negara lain yang seperti Vietnam, malaysia, Thailand yang notabene negara kontinental kebijakan pemerintahnya sangat mendukung usaha maritim, misalnya terkait bunga Bank lebih murah sepertiga daripada bunga komersial, dan sebagainya.

“Ini yang seharusnya diberikan oleh pemerintah kita kepada dunia usaha maritim, karena kita menginginkan transportasi laut yang ada di Indonesia ini hidup melayani masyarakat dengan berstandar sesui aturan yang berlaku,” ucapnya.

Baca Juga  Siaga Kedaruratan KN Chundamani P 116 Stand by di Perairan Labuan Bajo

Hal itu juga diakui oleh Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo yang menggaris bawahi bahwa keselamatan kapal itu hal yang serius untuk diperhatikan, sebab angka kecelakaan laut di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia.

“Saya kira persoalannya itu ada pada nilai keselamatan kapal yang terabaikan. Safety akibat kondisi kapal yang kurang baik yang ditambah lagi cuaca yang kurang bersahabat menjadi pemicu kecelakaan itu,” tuturnya.

Sementara itu, Khoiri Soetomo Ketua Umum Gapasdap (Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan sungai, Danau dan Penyeberangan) mengingatkan, berbicara angkutan laut itu antara pemerintah dengan pelaku usaha harus ada kerjasama yang baik, karena pemerintah selaku regulator juga mempunyai tugas menciptakan iklim usaha yang kondusif, salah satunya membuat regulasi yang baik yang bisa diterapkan, dan kedua adalah memberikan fasilitas, seperti alur pelayaran di daerah pelabuhan dimana hari ini masih sangat banyak pelabuhan yang alurnya belum sesuai dengan permintaan yang tidak bisa mendukung oprasional kapal-kapal.

“Maka dari tu, iklim usaha yang kondusif ini, pertama terjadi keseimbangan antara diman dan suplay, kedua terjadi keseimbangan antara sarana dan prasarana, ketiga tentu harus memberikan pentarifan seperti yang telah disampaikan pak penasehat (Bambang Haryo, red) bahwa Indonesia merupakan negara dengan tarif yang terendah bukan hanya di Asian, bahkan di dunia,” cetusnya.

Kami masih banyak berharap kepada pemerintah agar dapat mengerti benar apa yang menjadi persoalan angkutan laut walau berbagai cara telah dilakukan hingga meminta secara hukum dilakukan kaji ulang atas kebijakan yang di telorkan Kementerian Perhubungan. Begitu berharganya sebuah nilai keselamatan bagi angkutan laut yang bila lalai akan mempunyai efek domino sehingga Gapasdap pun ingin agar pemerintah tergerak untuk menyiapkan fasilitas alur pelabuhannya plus pemerintah juga harus turut serta menciptakan iklim usdaha yang kondusif dengan memberikan standart sefty yang tinggi dengan cara meregulasi ODOL (Overload Overdimensi.red) dan bisa diimplementasikan. Karena saat ini ODOL luar biasa parahnya, dan juga ada IMDG Code dimana masih banyak muatan truk yang tidak terdeteksi keberadaannnya sehingga sangat mudah terbakar,” keluhnya.

Baca Juga  Pelni Pastikan Armadanya Lewati Uji Petik Fit Layani Nataru
Naas kapal KM Wihan Sejahtera terbalik akibat muatan bermasalah.

Tentu dunia usaha, lanjut Khoiri, mempunyai kemampuan beradaptasi dalam kondisi ssulity apapun, namun demikian sesabar-sabarnya pelaku usaha Dia juga punya limit batas maksimum yang tidak bisa kita lampaui lagi. Memang saat ini telah kita ketahui begitu banyak perusahaan pelayaran angkutan laut yang sangat mengalami kesulitan , apakah saat ini menjual kapalnya bahkan menjualperusahaannya karena kredit macet atau tidak mampu membayar gaji karyawan tepat waktu hingga gali lubang tutup lubang agar bisa bertahan.

“Kondisi itu tidak bisa dibiarkan berlama-lama, pemerintah harus bisa melihat ini bukan hanya sebagai angkutan umum masal tetapi juga sebagai fungsi infrastruktur yang pemerintah tidak perlu lagi berinvestasi untuk membangun jembatan di semua pulau tapi sudah kami lakukan sehingga pemerintah cukup memberi support, memberi insentif yang yang memadahi,” tegasnya.

Dengan begitu beratnya beban yang harus dipikul pengusaha angkutan laut, kita berharap pemerintah segera bisa berbuat, dan kita sudah melakukan upaya-upaya baik melalui surat, melalui dialog dan beberapa media serta terakhirt juga melalui ombustmend, bahkan Gapasdap terpaksa ambil jalur melalui PTUN untuk menguji apakah keputusan menteri perhubungan ini sudah layak dan tidak melanggar aturan yang sudah dibuat pada PM 66 sebelumnya misalnya.

“Upaya yang sudah dilakukan gapasdap sudah runtut, sehingga semua berpulang pada kebijakan pemerintah untuk peduli pada kenyataan itu jika lama-lama permintaan operator tidak direalisasikan.

“Apa mau pemerintah melihat rakyatnya dilayani dengan keselamatan yang dibawah standar. Apa mau rakyatnya dilayani dengan standar kenyamanan dibawah..?, kalau mau ya ngak papa kita kasih standar pelayanan yang sesuai dengan kemampuan, dan ini sudah terjadi di lintasan pendek mayoritas ada di bawah standarisasi pelayanan minimum,” pungkas Bambang Haryo. (RG)

Titikomapost.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE