titikomapost.com, SURABAYA – Berbagai tanggapan bermunculan atas tragedi perundungan yang disertai kekerasan hingga mengakibatkan meninggalnya salah satu Mahasiswa atau Taruna berinisial MRFA (19) yang masih duduk di bangku semester awal perkuliahan di Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Surabaya. Salah satunya Dr (c) M. Syafiuddin, MBA yang merupakan seorang Spiritual Capital Coach dari the Indonesia Light yang miris mendengar apa yang telah terjadi di dunia pendidikan yang seraya mengenalkan metode Spirituality at work (SaW).
Pembelajaran yang dibumbuhi pembentukan fisik terhadap taruna yang dilakukan di lingkungan Poltekpel Surabaya sepertinya bukan satu-satunya yang menerapkan hal demikian. Bahkan secara menyeluruh lembaga pendidikan yang sejenis di Indonesia menerapkan tingkat kedisiplinan yang lebih ala militer bila dibandingkan sekolah atau kampus-kampus umum dengan maksud menumbuhkan jiwa atau karakter para anak didiknya.
Menurut M. Syafiuddin hal itu diakui sangat penting diterapkan sebagai pendidikan mental para anak didiknya agar lebih berkarakter. Namun begitu, pembentukan karakter fisik atau jiwa tentunya perlu dibarengi dengan pembentukan karakter rohaninya melalui penanaman nilai-nilai spiritualitas yang cukup sehingga siswa akan kuat luar dalam secara mentalnya.
“Pembelakan spiiritualitas sagat urgent di berikan kepada anak didik termasuk mahasiswa agar ada proses pendidikan yang “bercahaya” artinya harus mencari “kebajikan” dalam menuntut ilmu sampai nanti keimplementasinya,” tuturnya saat ditemui disela memberikan penguatan mental pensiunan di lingkungan pelabuhan, Senin (13/2/2023).
M. Syafiuddin menyebut, upaya penguatan mental sejak dini para calon-calon sarjana baru itu sangat dibutuhkan salah satunya untuk membangun rasa percaya diri (PD) agar tidak bermental ‘tempe’ (lemah). Sebab, tak jarang rasa tak percaya diri itu kerap muncul bila nanti setelah kelulusan bahkan menghinggapi membelenggu atau yang lebih dikenal dengan istilah ‘Fresh Graduate Syndrome’. Untuk itu, sangat dibutuhkan pola penguatan mental baik jasmani maupun rohaninya.
“Namun ya tidak kebabalasan juga sampai beresiko yang berlebihan,” kata M. Syafiuddin
Tidak cukup hanya itu, lanjut laki-laki yang sedang menyelesaikan Doktoralnya di Universitas Airlangga menambahkan, biar terjadi keseimbangan yang utuh antara jasmani dan rohani, porsi rohaniahnya perlu diberi porsi lebih agar dapat berperan sebagai wadah bagi jasmaninya menjadi jiwa yang berkarakter tapi tidak arogan sampai lulus hingga bekerja bahkan dalam kesempatan menjadi pemimpin disebuah organisasi.
“Sehingga benar dalam niat, proses dan prakteknya kelak bukan transaksional tapi Transformational Spiritual (Pendidikan yang bercahaya),” ujarnya.
“Jika Qalbu sudah bening atau bercahaya maka perilaku hariannya akan serupa. Dalam diri kita ada hati, bila hati itu baik maka baiklah ssmuanya” itulah maka SaW dapat dijadikan model dan metode guna mengelola hati agar menjadi “bercahaya”,” imbuh penemu metode Spirituality at Work (SaW) sebagai pembentukan karakter sumber daya manusia (SDM).
Ihwal cara membangun PD mahasiswa itu juga bisa melalui penanaman nilai-nilai spiritual yang tinggi sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan menejemen mental calon-calon Sarjana agar kelak lulus menyandang predikat sarjana yang sempurna.
Bahkan, M. Syafiuddin mengakui, bekal spiritual yang kuat diyakini akan banyak berpengaruh pada sikap tenang diri para Sarjana Baru dalam mengikuti persaingan bursa kerja di dunia nyata setelah lepas dari dunia kampus yang penuh dengan edialisme. Untuk menjawab masalah itu dibutuhkan metode yang relevan, kreatif dan inovatif, salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan penguatan sumber daya manusia (SDM) mahasiswa yang berbasis spiritual (Spiritual Capital Development) melalui pendekatan Spirituality at Work (SaW) dengan tujuan Membangun Sarjana Baru yang berkarakter.
“SaW akan menghantar para calon sarjana melalui 3 Tahapan Perjalanan Spiritual (Tahalli Takhalli dan Tajalli),” jelasnya.
Sedang, Tajalli itu sendiri yaitu Proses pembersihan batiniyah dari penyakit jiwa, Takhall mengisi dan berhias diri dengan jiwa yang bersih bercahaya serta Tajalli adalah hasilnya.
“Kita akan berakhlak seperti akhlaknya Allah, bersifat seperti sifatNya,” pungkasnya.
Kebanyakan orang sepakat berpandangan bahwa bekal spiritualitas ini penting dalam dunia kerja. Biasanya, pribadi yang spiritualnya kuat mereka cenderung tahan bantingan, punya rasa pilih-pilih dan tidak mudah pindah kerja. SDM dengan spiritualitas bagus juga biasanya tidak mudah mengeluh dan mudah beradaptasi dengan lingkungan maupun keadaan.
Bahkan diyakini, spiritualitas itu mampu menjadi dasar pribadi-pribadi individu dalam mengembangkan karir ke depannya. (RG/masrud)