titikomapost.com, SURABAYA – Kegelisahan kerap menghinggapi perasaan setiap Sarjana lulusan baru (Fresh Graduate) meski kebanggaan disandangnya pasca menamatkan kuliah dan menyandang gelar Sarjana. Tak jarang, para lulusan baru itu mengalami gamang atau kebimbangan untuk menentukan langkah memilih dan mendapatkan pekerjaan apa yang akan ditekuninya sebagai sandaran menapaki hidup kedepan.
Menjadi fresh graduate itu seperti ‘seribu rasa’ yang dirasakan para alumni kampus baru itu, tak jarang gambaran yang muncul dibenak mereka seperti berhadapan dengan dinding tembok yang tak berujung. Di satu sisi, senang karena sudah berhasil melewati masa-masa penuh tantangan dan ujian serta memperoleh gelar baru. Namun di sisi lain, mereka mulai gelisah karena dituntut harus siap berhadapan dengan dunia baru yang lebih menantang dalam kancah persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sejalan dengan keilmuan yang disandang sesuai harapannya.
Upaya penguatan mental para lulusan Sarjana Baru agar tidak dihinggapi rasa tak percaya diri (PD) hingga membelenggu atau yang lebih dikenal dengan istilah ‘Fresh Graduate Syndrome’ sangat dibutuhkan. Ihwal cara membangun PD itu bisa melalui penanaman nilai-nilai spiritual yang tinggi sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan menejemen mental Sarjana khususnya yang baru lulus.
Fresh Graduate Syndrome memang tidak dirasakan oleh semua Sarjana Baru. Namun, pada umumnya, para calon dan atau Sarjana Baru merasakan sindrom ini dengan tingkat kegalauan yang berbeda-beda. Bekal spiritual yang kuat diyakini akan banyak berpengaruh pada sikap tenang diri para Sarjana Baru dalam mengikuti persaingan bursa kerja di dunia nyata setelah lepas dari dunia kampus yang penuh dengan edialisme.
Untuk itu, dengan mengenalkan pendekatan Spirituality at Work (SaW) kepada fresh graduate sebagai salah satu cara yang bisa memberi jawaban dari semua tantangan yang dihadapi akan menjadi solusi. Dimana SaW itu sendiri merupakan sebuah metode untuk memberikan penguatan mental para fresh graduate atau Sarjana Baru lulus dalam menghadapi dunia nyata mencari pekerjaan.
Mohammad Syafiuddin, MBA pengembang SaW mengatakan, untuk menjawab masalah itu dibutuhkan metode yang relevan, kreatif dan inovatif, salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan pelatihan sumber daya manusia (SDM) lulusan baru berbasis spiritual (Spiritual Capital Development) melalui pendekatan Spirituality at Work (SaW) dengan tujuan Membangun Sarjana Baru yang berkarakter.
Menurut Syafiuddin, bekerja adalah panggilan Ilahiyah dalam rangka pengabdian memperbanyak perbuatan kebajikan (Spiritual Calling) sehingga bekerja akan bermakna dan bertujuan bukan semata-mata mencari uang dan karir yang tinggi (Transaksional). Hal ini yang harus menjadi tujuan pengabdian kelak bagi para sarjana baru di abad baru, yaitu Sarjana yang Ihsani.
“SaW akan menghantar para Sarjana Baru melalui 3 Tahapan Perjalanan Spiritual (Tahalli Takhalli dan Tajalli),” jelasnya saat memberi pembekalan kepada mahasiswa Barunawati beberapa waktu lalu.
Sedang, Tajalli itu sendiri yaitu Proses pembersihan batiniyah dari penyakit jiwa, Takhall mengisi dan berhias diri dengan jiwa yang bersih bercahaya serta Tajalli adalah hasilnya.
“Kita akan berakhlak seperti akhlaknya Allah, bersifat seperti sifatNya,” tutur Syafiuddin.
Dari berbagai sumber lain mengatakan, ada kecenderungan sarjana susah mencari kerja dan menganggur terutama kualifikasi mereka tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, baik ketidaksesuaian skill (keterampilan), pengalaman, maupun ketidakcocokan gaji.
Sarjana yang baru lulus (fresh graduate) kalah bersaing dengan yang berpengalaman. Sarjana juga kalah bersaing dengan lulusan SMA/SMK yang siap digaji rendah.
Disamping itu, Kandidat Doktoral Unair itu mengingatkan bahwa pentingnya sumber daya manusia dalam dunia kerja. SDM yang dimaksud bukan yang biasa saja, tetapi yang memiliki keunggulan.
“Talented people itu yang saat ini dibutuhkan. CEO atau HRD tidak mencari orang yang biasa tapi yang luar biasa,” ujar Syafiuddin yang dilontarkan saat membakar semangat Mahasiswa di salah satu Universitas Swasta di Malang dapam sebuah forum.
SDM yang luar biasa ini dibutuhkan karena tantangan saat ini tidak mudah. Menurutnya, kegelisahan ini melanda para pelaku usaha bahkan di Amerika. Para CEO gelisah karena dikejar target. Menurutnya, yang perlu dilakukan untuk mengatasi kegelisahan tersebut yakni ciptakan hal baru, tampil beda dengan menciptakan SDM yang hebat bermental kuat.
“Dulu orang menilai organisasi hebat itu dari asetnya yang banyak atau gedung dan pabriknya. Tapi sekarang yang dilihat adalah berapa jumlah orang hebat di perusahaan itu,” tandas Syafiuddin.
Kebanyakan orang sepakat berpandangan bahwa bekal spiritualitas ini penting dalam dunia kerja. Biasanya, pribadi yang spiritualnya kuat mereka cenderung tahan bantingan, punya rasa pilih-pilih dan tidak mudah pindah kerja. SDM dengan spiritualitas bagus juga biasanya tidak mudah mengeluh dan mudah beradaptasi dengan lingkungan maupun keadaan.
Bahkan diyakini, spiritualitas itu mampu menjadi dasar pribadi-pribadi individu dalam mengembangkan karir ke depannya.
Penulis: Raihan Marsyal. A
Editor : Rudie