KPK Tahan Bupati Bangkalan Bersama Lima Jajaranya

365
Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers terkait penahanan Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (8/12/2022). (Ist)

titikomapost.com, JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron bersama lima orang bawahannya. Penahanan itu terkait dugaan suap jual beli jabatan dan lelang proyek di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.

“Ada enam tersangka yang pertama kami sebut saja Bupati Bangkalan Periode 2018-2023 ALAI,” kata Ketua KPK Firli Bahuri di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022) malam.

Lima orang jajaran bupati Bangkalan yang turut ditahan adalah Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili, Kadis PUPR Wildan Yulianto, Kadis Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat, Kadis Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Agus Eka Leandy.

Firli menyebut, para tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan proses penyidikan.

“Tim penyidik menahan para tersangka masing-masing selama 20 hari ke depan terhitung mulai 7 Desember 2022 sampai dengan 26 Desember 2022,” ujarnya.

Abdul Latif dan lima tersangka lain akan mendekam di Rutan KPK yang berbeda. Penahanan dilakukan untuk memudahkan penyidikan kasus dugaan suap tersebut.

Baca Juga  Sosialisasi Pelindo Bersih Perkuat Komitmen Anti-Korupsi

“Tim penyidik melakukan penahanan karena kecukupan bukti selama 20 hari,” ujar Firli.

Sebelumnya, KPK menangkap Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron di Jawa Timur. Mereka dibawa ke Jakarta menggunakan pesawat dari Surabaya sejak pukul 20.00 WIB dan tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 22.39 WIB.

Abdul Latif juga sudah dicekal ke luar negeri melalui Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Pencekalan itu dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan yang berlangsung.

“KPK menyebut Ra Latif sapaan Bupati Bangkalan Abdul Latif telah menerima suap hingga Rp 5,3 miliar dari lelang jabatan hingga pengadaan proyek. Uang tersebut kemudian digunakan keperluan pribadi yang juga untuk membayar kepentingan survei.

“Penggunaan uang-uang yang diterima RALAI tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, di antaranya untuk survei elektabilitas,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 8 Desember dini hari.

Firli tak merinci jumlah uang yang digunakan untuk membayar lembaga survei itu. Dia hanya menyebut seluruh penerimaan dilakukan Abdul Latif lewat orang kepercayaannya.

Baca Juga  Sosialisasi Pelindo Bersih Perkuat Komitmen Anti-Korupsi

Dalam jual beli jabatan, Abdul Latif disebut Firli mematok tarif dengan besaran Rp50 juta hingga Rp150 juta. Angka tersebut tergantung dari jabatan yang diincar para aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Bangkalan.

Adapun para pihak yang memberikan uang tersebut adalah Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili, Kadis PUPR Wildan Yulianto, Kadis Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat, Kadis Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim dan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Agus Eka Leandy.

Selain itu, Ra Latif diduga menerima sejumlah uang dari pengaturan proyek. Dia menentukan besaran fee yang harus diberikan mencapai 10 persen dari tiap nilai anggaran. Dia juga diduga terkait penerimaan gratifikasi.

“Hal ini akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik,” tegas Firli.

Akibat perbuatannya, Abdul sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Baca Juga  Sosialisasi Pelindo Bersih Perkuat Komitmen Anti-Korupsi

Sementara Agus, Wildan, Achmad, Hosin, dan Salman sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Arie/Voi/red)

Titikomapost.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE