titikomapost.com, MOJOKERTO – Langkah pemerintah berupaya untuk mencegah penyebaran Covid-19 dengan melakukan vaksinasi, salah satunya dengan menggunakan vaksin AstraZeneca pabrikan Inggris. Sayangnya, ada beberapa kalangan yang mengklaim bahwa vaksin itu haram, sebabnya mengandung zat babi.
Salah satunya, Pimpinan Ponpes Amanatul Ummah, KH Asep Saifuddin Chalim, menentang penggunaan vaksin AstraZeneca untuk mencegah penyebaran Covid-19. Dia beralasan, vaksin tersebut mengandung zat babi yang haram disuntikkan ke manusia.
Kiai Asep menyatakan bahwa seluruh santri maupun pegawai yang ada dilingkungan pondok yang dikelolahnya disuntik vaksin buatan Inggris itu. Pasalnya, dia meyakini kalau vaksin itu mengandung zat babi, hal itu dengan pertimbangan berdasar pada hukum kemudaratan. Selain itu, ponpes yang berlokasi di Desa Kembangbelor, Pacet, Mojokerto itu tidak dalam situasi darurat pandemi Covid-19, sehingga tetap haram menggunakan obat-obatan yang mengandung zat haram.
“Ada (tripsin) pankreas babinya yang menjadi bahan penting yang menjadikan vaksin itu (Astra Zenecca). Tanpa ada pankreas babinya tidak akan jadi vaksin, jadi keharaman intifak. Intifak itu bukti yang tidak bisa dihilangkan. Baru pada pemikiran saja sudah haram, apalagi sudah ada realisasinya,” kata Kiai Asep kepada wartawan di Institut KH Abdul Chalim, Desa Bendunganjati, Kecamatan Pacet, Mojokerto seperti yang lansir dari im.com, Sabtu (27/3/2021)
Ia pun menilai Fatwa MUI Jatim yang menyatakan vaksin AstraZeneca halal dan bagus (halalan thoyiban) adalah keliru. Pasalnya, MUI hanya hanya menggunakan alasan perubahan bentuk dan ihlak atau penghancuran atau dalam islam disebut istihalah.
“Istihalah di situ disamakan dengan Ihlak, penghancuran, tidak ada nilai-nilai babinya. Istihalah dan ihlak tertangkal oleh Intifak,” jelasnya.
MUI Jatim yakin tripsin pankreas babi yang digunakan dalam produksi vaksin AstraZeneca tidak lagi menjadi najis karena sudah berubah bentuk. Kiai Asep pun menepis penafsiran tersebut sesuai ajaran dua imam Mahzab yakni Syafi’i dan Hambali.
“Istihalah atau perubahan bentuk dari benda najis menjadi tidak najis hanya berlaku pada tiga hal. Yaitu ketika arak berubah secara alami menjadi cuka, kulit yang diambil dari bangkai selain babi dan anjing, serta ayam yang menetas dari telur yang dikeluarkan dari ayam mari,” terangnya.
Karena itulah, Kiai Asep, menilai fatwa yang dikeluarkan MUI Jatim sangat berbahaya bagi ummat. Ia berharap MUI Pusat dapat mencabut fatwa tersebut dan pemerintah membatalkan vaksinasi Covid-19 menggunakan AstraZenecea.
“Bahayanya ini menjadi pintu masuk lebar-lebar untuk semua produk (olahan) babi dihalalkan karena istihalah. Karena semua produk babi pasti dengan Istihalah semua, tidak mungkin gelondongan berupa babi,” terang Kiai Asep.
Vaksin AstraZeneca dibuat perusahaan farmasi asal Swedia bekerjasama dengan Universitas Oxford di Inggris. Indonesia telah mendapatkan 1,1 juta vaksin jenis ini. Tahun ini saja, pemerintah menargetkan 100 juta dosis vaksin AstraZeneca. Suntikan perdana diberikan kepada 100 kiai dan anggota PWNU Jatim. (rud/im)