Ragukan ASDP BHS Tantang Lakukan Audit Kapal Eksekutif

51
Tampak dermaga eksekutif Bakauheni. (Ist)

titikomapost.com, SURABAYA – PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) ditantang untuk melakukan uji coba dan audit semua kapal eksekutif di lintasan Merak-Bakauheni dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait. Pasalnya, Bambang Haryo Soekartono atau yang akrab disapa BHS memandang “ada perlakuan istimewa” dalam penempatan armada kapal-kapal milik BUMN itu berada di dermaga eksekutif.

BHS yang merupakan pemerhati dan praktisi transportasi laut, yang juga Ketua Dewan Pembina DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) dan Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur mengatakan, uji coba dan audit kapal eksekutif itu guna memastikan apakah armada ASDP tersebut benar-benar laik dan memenuhi standar sehingga layak ditempatkan di dermaga 6 (eksekutif) dengan tarif lebih tinggi dari kapal ekonomi.

“Kita tantang ASDP untuk uji coba atau audit semua kapal eksekutif dengan melibatkan Kemenhub, Badan Klasifikasi Indonesia, Gapasdap, MTI, YLKI, dan unsur-unsur independen lain,” tegas BHS, mengulangi kembali seperti yang telah dinyatakan beberapa hari lalu secara tertulis kepada titikomapost.com Senin (1/3/2021).

Bambang Haryo Soekartono (BHS) (kanan) dalam sebuah acara tabur bunga dalam rangka HUT PT Dharma Lautan Utama (DLU) di TMP Kusuma Bangsa, Surabaya.

BHS menilai kapal-kapal ASDP sebenarnya tidak layak melayani dermaga eksekutif karena di bawah standar teknis yang seharusnya, baik dari sisi ukuran, kecepatan, maupun kenyamanan. Data menunjukkan ukuran kapal-kapal di dermaga eksekutif saat ini mayoritas panjang 110 meter, bahkan ada yang cuma 80-an meter, akibatnya karena kecilnya kapal sebagian kendaraan harus parkir di tempat terbuka sehingga kepanasan atau kehujanan, dan terkena air laut.

Baca Juga  Sambut Ratusan Turis Pelindo Perkenalkan Budaya Nusantara

“Untuk menjamin kapasitas angkut, kapal di sana seharusnya panjang 130 meter ke atas atau sesuai ukuran kade dermaga yang disiapkan yakni 150-200 meter,” katanya

Dari sisi kecepatan, lanjut Bambang Haryo, kapal eksekutif harus mampu melaju di atas 15 knot. Kenyataannya, kapal-kapal yang diklaim eksekutif itu rata-rata jauh di bawah 15 knot sehingga waktu tempuh lintasan sejauh 15 mil itu melebihi standar 1 jam, bahkan ada yang mencapai 2 jam karena kecepatannya kurang dari 10 knot.

Dalam hal kenyamanan, tuturnya, fasilitas kapal eksekutif juga harus lengkap, misalnya tersedia lift atau eskalator, panggung musik, reclining seat, tempat tidur lesehan, dan fasilitas VIP lainnya.

“Kalau terminalnya dilengkapi eskalator atau lift, kapalnya juga harus ada dong. Di kapal ekonomi saja semua fasilitas itu tersedia, mengapa di kapal eksekutif tidak ada. Kapal-kapal eksekutif harusnya yang terbaik sebab publik membayar tiket lebih mahal,” ungkapnya.

Kapal Pemerintah

Bambang Haryo juga mempertanyakan mengapa kapal-kapal yang dibangun pemerintah dioperasikan oleh ASDP untuk mencari keuntungan komersial di dermaga eksekutif, yakni KMP Legundi, KMP Batu Mandi, dan KMP Sebuku.

“Seharusnya kapal-kapal yang dibangun menggunakan dana APBN itu ditempatkan di lintasan keperintisan atau di dermaga 5 Merak yang kurang diminati swasta. ASDP sebagai BUMN jangan mencari keuntungan saja, tetapi harus menjadi perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh swasta. Ditjen Perhubungan Darat seharusnya segera memindahkan kapal-kapal itu dari dermaga eksekutif,” ujarnya.

Baca Juga  Dukung Seratus Hari Quick Win Kemenhub KSOP Tanjung Pakis Gelar Gerai Pas Kecil Kapal di Pacitan

Dia juga mendesak Ditjen Hubdat menarik dua kapal ASDP lain dari dermaga eksekutif karena dinilai kurang layak. Kapal-kapal itu yakni KMP Portlink III yang pernah rusak selama 1 tahun dan saat ini pun sudah tidak beroperasi 1 bulan karena rusak lagi, serta KMP Jatra III yang ukurannya kecil dengan panjang hanya 89 meter.

Berdasarkan data AIS (Automatic Identification System) di Ditjen Hubdat yang mengatur trafik kapal, ungkap Bambang Haryo, kecepatan KMP Jatra III dan KMP Portlink hanya sekitar 12 knot, bahkan kurang.

Anggota DPR RI periode 2014-2019 yang pernah menjadi anggota Badan Anggaran DPR RI ini menegaskan, masyarakat berhak mendapatkan pelayanan terbaik karena dermaga eksekutif dibangun menggunakan APBN dan Penyertaan Modal Negara (PMN).

Sayangnya, Bambang Haryo menilai pemanfaatan dermaga eksekutif selama ini tidak maksimal, terbukti dari jumlah penumpang yang masuk ke dalam terminal sangat sedikit sehingga banyak tenant tidak beroperasi alias tutup.

“Kalau terminal eksekutif eksisting saja tidak berfungsi maksimal, mengapa bangun lagi terminal eksekutif baru yang diperkirakan butuh investasi lebih dari Rp500 miliar itu. Ini jelas-jelas pemborosan anggaran,” katanya.

Menurut dia, biaya pembangunan terminal eksekutif itu terlalu mahal, sebab pengalamannya membangun mall 4 lantai—yang lebih besar dari terminal eksekutif, ditambah hotel internasional 10 lantai miliknya sendiri hanya menelan investasi kurang dari Rp300 miliar.

Baca Juga  Deviasikan Dua Kapal DLU Evakuasi Ribuan Peserta IFG Marathon Labuan Bajo

“Kita harap KPK hadir mengevaluasi proyek terminal eksekutif yang berpotensi mubazir dan merugikan negara itu,” tegasnya.

Dia yakin Presiden Jokowi akan marah besar jika mengetahui persoalan dermaga eksekutif ini.

“Presiden pasti mengharapkan masyarakat mendapat pelayanan terbaik dari pembangunan dermaga khusus itu, bukan untuk keuntungan ASDP semata,” ucap politisi sekaligus Dewan Pakar Partai Gerindra ini.

BHS mengharapkan Presiden memerintahkan Menteri Perhubungan segera mengoreksi dominasi ASDP dan penempatan kapal di bawah spek yang merugikan rakyat. Menurut dia, dominasi ASDP selama ini membuat BUMN itu terjerumus ke dalam praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Selain itu, BHS melihat, ada ketidaklaziman peran ASDP sebab selain menjadi fasilitor yakni pengelola pelabuhan, BUMN itu juga mengelola kapal, bahkan bertindak sebagai regulator karena mengatur izin dan jadwal kapal.

“Hal ini tidak kita temui di moda transportasi lain, dimana fungsi fasilitator, operator, dan regulator sudah dilakukan oleh lembaga atau korporasi terpisah. Misalnya di transportasi laut, operator kapalnya adalah Pelni, fasilitator pengelola pelabuhan Pelindo, dan regulatornya KSOP. Penguasaan ASDP itu mengakibatkan power-nya melebihi pemerintah,” pungkas BHS. (RG/red)

Titikomapost.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE