SURABAYA – Jasa Raharja bersama PT Kereta Api Indonesia dan Dirlantas Polda Jatim menggelar sosialisasi tentang Perlintasan Sebidang kepada sukarelawan penjaga palang pintu perlintasan dan masyarakat wilayah Surabaya dan Sidoarjo guna menekan laka lantas yang terjadi di perlintasan Kereta Api.
Kepala Cabang Jasa Raharja Jawa Timur, Suhadi, SE, AAAI-K, CRGP mengatakan, meski telah mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir ini laka lantas perlintasan sebidang Kereta hingga sekitar 41 kasus, namun dipandang perlu untuk melakukan penekanan lagi hingga bisa serendah-rendahnya laka tersebut.
“Intinya bagaimana kita bisa mengevaluasi terkait laka lantas di perlintasan sebidang dan meningkatkan werenes masyarakat uapaya untuk menekan laka lantas yang terjadi di perlintasan sebidang “ katanya di sela acara sosialisasi yang di hotel Kampi Surabaya, Selasa (12/11/2019).
Menurut Suhadi, perlintasan sebidang itu edialnya tidak ada, seharusnya dalam bentuk underpass atau fly over. Tetapi karena kondusi dan berbagai macam faktor sudah terbentuk yang berdampak adanya laka lantas dengan kereta api dan juga menghambat kendaraan di jalan raya. Untuk itu, sebagai salah satu stakeholder yang ada dalam rangkaian keselamatan publik yang juga termasuk keselamatan berlalulintas di perlintasan kereta api maka Jasa Raharja memberikan sosialisasi, pengetahuan dan pencerahan kepada masyarakat untuk lebih care terhadap perlintasan yang sebidang kereta api dengan jalan darat.
“Kita bekerjasama dengan PT KAI untuk menekan laka lantas yang bersumber dari perlintasan sebidang itu yang faktanya banyak makan korban,” terang Suhadi.
Namun begitu, Suhadi mengaku, dalam hal memberikan santunan pihaknya sudah melakukan yang terceoat dengan target tudak kebih dari dua hari. Yang paling penting bagaimana kita bisa menekan masyarakat supaya tidak menjadi korban laka lantas karena menurut data yang ada mayoritas korban masih usia produktif yang berdampak besar pada keluarganya.
“Ini salah satu upaya yang kita lakukan bersama PT KAI dan Satlantas dengan mensosialisasikan terkait laka lantas perlintasan sebidang,” tandasnya.
Dalam hal ini, kita lebih melihat mengevaluasi faktor-faktor penyebab laka lantas khususnya di daerah perlintasan sebidang yang tak dipungkiri kerap terjadi sampai saat ini untuk dilakukan perbaiakan.
“Dari tren laka lantas kurun 2018 – 2019 data Ditlantas cenderung menurun. Dan harapannya kedeoabya supaya kuta bisa menekan kebih rendah lagi,,” ucap Suhadi.
Sementara itu, Suprapto Manajer Humas PT KAI Daob 8 Surabaya mengaku, tiga tahun terakhir, angka kecelakaan pada perlintasan sebidang mengalami penurunan dari tahun 2017 terdapat 75 kasus, tahun 2018 ada 51 kasus, dan dalam priode Januari hingga bulan September 2019 terdapat 41 kasus dari 568 titik perlintasan yang ada di wilayah Daob 8 Surabaya.
“Hingga saat ini baru 164 titik yang ada palang pintu dan penjaganya, sementara 404 itu tidak ada palang dan penjaganya,” terangnya.
Suprapto meluruskan, palang pintu, penjaga dan suara sirine adalah hanya alat bantu keamanan semata, alat utama keselamatan bagi pengguna jalan raya ketika melintas di perlintasan sebidang adalah rambu lalu lintas tanda stop sesuai dengan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan raya bahwa tata cara ketika pengguna melintas di pelintasan sebidang adalah wajib berhenti di tanda rambu Stop.
“Caranya dengan melakukan tengok kiri-kanan setelah yakin tidak ada kereta baru melintas. Bika terjadi kemacetan, selain berhenti yang bersangkuta juga harus memberi kesempatan kepada kendaraan yang ada di depannya sampai free pal,” tegasnya.
Namun, ketika disoal pada tahun 2020 nanti apa ada penambahan palang pintu, Suprapto mengatakan itu menjadi kewenangan Kementerian. Sesuai aturan pengusulan itu ada pada kewenangan Dinas Perhubungan di daerah yang melengkapi bagi keamanan pengguna jalan raya yang melintas di perlintasan sebidang sesuai dengan kelas jalan masing-masing.
“Kalau jalan itu jalan Nasional ada kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan, kalau jalan provinsi ya tanggung jawab pemerintah tingkat I, dan begitu seterusnya hingga pemkab atau wali kota. Sedang untuk jalan Tol maka tanggung jawan pengelolahnya,” pungkasnya. (RG)