SURABAYA – Atas kejadian terbakarnya KMP Santika Nusantara hampir 3 (tiga ) pekan lalu yang menewaskan 4 (empat) orang dan 308 (tiga ratus delapan) korban selamat membuat Nakhoda beserta kru kapal dilakukan penahanan oleh pihak Dit Polair Polda Jawa Timur (jatim) untuk kepentingan penyidikan. Hal itu tak disangkal oleh Bambang Budiyanto Kasi SAR Ditpolair Polda Jatim saat ditemui diatas kerangka kapal KMP Santika Nusantara sewaktu melakukan peninjauan bersama Tim BASARNAS di galangkan kapal PT. IMS Gresik.
“Sementara ya begitu, nanti lebih jelasnya bisa ditanyakan kepada pihak penyidik Polair Polda Jatim. Saya hanya bagian SAR nya,” katanya, Sabtu (7/9/2019).
Sedang kejadian terbakarnya kapal KMP Santika Nusantara sendiri sudah mendapat penanganan dari semua pihak baik BASARNAS, Syahbandar Tanjung Perak, Pangkalan PLP, SAR Surabaya maupun Polair Polda Jatim, dan unsur terkait.
“Sementara ini sudah mulai dilakukan pemeriksaan terhadap Nakhoda, anak buah kapal (ABK), penumpang yang masih hidup, keluarga dari penumpang yang meninggal. Saat ini baru itu yang dilakukan,” jelas Bambang.
Untuk selanjutnya, Bambang menambahkan, nanti tindakan selanjutnya menunggu Tm laboratorium Forensik Mabes Polri yang ada di Polda Jatim, pasalnya saat ini kondisi kapal belum memungkinkan dilakukan pemeriksaan terhadap kerangka kapal karena suhunya masih panas akhibat kebakaran itu sehingga besi kapal dan meterial lain hyang ada membara.
“Nanti yang lebih paham penyebabnya dari Labfor yang dapat mengungkapnya,” ucpnya.
Sementara itu, SAR Misdsion Coordinator (SMC) Surabaya, Prasetya Budiarto mengatakan, Emergency Position Indicating Radio Beacon (EPIRB) yang seharusnya ada diatas kapal KMP Santika Nusantara, dalam kejadian itu tidak diketemukan. Pasalnya, pihak BASARNAS tidak ada menerima sinyal yang dikirim dari alat tersebut sehingga itu juga hal sedikit yang akan menghambat dilakukannya evakuasi.
“Bisa jadi sudah tersedia di setiap kapal, namun banyak yang belum teregistrasi oleh Basarnas. Itu yang kami sayangkan,” terangnya.
Tentu, lanjut Prasetya, jika alat itu ada diatas kapal dan dapat berfungsi dengan baik maka minimalisir dari jatuhnya korban dapat ditekan bila terjadi musibag atau keadaan emergensi terhadap suatu kapal. Dalam hal ini harus ada kesadaran baik dari pelayaran maupun nakhoda itu sendiri sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh atas nasib kapal.
“Registrasi EPIRB cukup mudah, gratis dan tidak betele-tele. Yang penting jelas kita ketahui nomor id EPIRB itu untuk didata lalu kita masukkan ke registrasi kita,” tandas Prasetya.
Mengenai sistem kerja EPIRB, ketika terjadi suatu musibah pada kapal. Maka alat tersebut akan memancarkan sinyal yang ditangkap oleh satelit. Kemudian satelit akan memberikan sinyal kepada Basarnas Pusat bahwa ada situasi darurat. Tidak lebih dari 30 detik sudah terhubung ke Baarnas Pusat, kalau EPIRB yang otomatis bila terkena gentakan langsung mengirimkan sinyal.
Disamping itu, tentu pihak kepolisian harus bisa mengungkapkan dari pihak darat selain pihak kapalnya. Peranan bagian operasional yang menjadi ujung tombak perusahaan dilapangan akan sangat besar sekali kaitanya dengan alur pemuatan kapal baik itu muatan kapal maupun penumpang. Karena disinyalir banyak kecurangan terjadi akibat ulah oknum tersebut yang kongkalikong dengan pihak-pihak di lapangan. (RG)