SURABAYA – Semangat menjadikan Jawa Timur menjadi pusat industri Maritim nampaknya masih dihadapkan beberapa persoalan yang dapat mengendorkan perusahaan galangan kapal khususnya yang ada di wilayah Pantura Gresik sampai Lamongan untuk tetap tumbuh, bahkan ada kecenderungan investor enggan untuk berivestasi khususnya di dunia perusahaan docking kapal. Pasalnya, belakangan baru dirasakan oleh anggota ikatan perusahaan industri kapal dan sarana lepas pantai Indonesia (IPERINDO) Jawa Timur itu, dimana akses jalan menuju lokasi galangan dan ketersediaan air bersih kurang mendukung sehingga banyak calon pengguna jasa yang mengurungkan niat tatkala hendak lakukan docking.
“Hal itu dipicu akibat kemacetan yang parah di lintas Surabaya ke Lamongan bila lewat Manyar Gresik maupun jalan akses melalui selatan yang masuk melalui pertigaan Deket arah ke Dukun jalanya masih kecil sehingga waktu tempuhnya jadi lama meski jaraknya tidak terlalu jauh,” ujar Ketua Bidang Repair Kapal DPP IPERINDO, Rome Hasan Basri, Senin (22/4/2019).
Kondisi jalan itu menjadi hal penting, lanjut Romeo, karena banyak calon customer yang enggan melakukan docking kapalnya di wilayah galangan yang ada di pantura Lamongan dengan alasan bahwa mobilitasnya dari Surabaya menuju lokasi galangan cukup memakan waktu bahkan melebihi perjalanan Surabaya – Solo meski jauh dengan adanya Tol bisa ditempuh hanya dengan waktu hingga 3 jam saja.
“Bayangkan, seperti Surabaya – Solo saja bisa lebih cepat waktunya dibandingkan Surabaya – Lamongan 63 kilo ke tempat lokasi galangan sekitar 3 jam saat ini, kenapa, karena akses jalanya yang mendukung,” ungkapnya.
Untuk itu, Romeo mengharapkan keterlibatan pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk bisa mencarikan solusi bagi masyarakat penggusaha galangan kapal yang ada di area Lamongan agar bisa tetap survive dan tumbuh untuk menunjang angan-angan menjadikan Jatim sebagai daerah pusat industri maritim dengan meningkatkan akses jalan yang ada menjadi fasilitas jalan Provinsi sehingga akan bisa lebih mendukung.
“Kalau itu bisa terpenuhi tak menutup kemungkinan akan lebih tumbuh lagi perusahaan galangan yang ada di Lamongan guna melayani perbaikan kapal yang diharuskan secara aturan untuk melakukan docking dua tahun sekali,” jelas Romeo.
Disamping itu, Penasehat IPERINDO Jatim ini juga menambahkan, masih ada satu persoalan yang dirasakan oleh penggiat galangan kapal di Lamongan terkait ketersediaan air tawar bersih yang digunakan pencuciaan kapal saat pengedockan guna menghilangkan kadar garam. Bahkan, jumlah yang dibutuhkan setiap kali pekerjaan kapal sekitar rata-rata 5 ton air untuk satu kapal tentu sangat merepotkan galangan bila tidak ada ketersediaan air PDAM.
“Kami selama ini harus menggunakan air bersih dari daerah lain dengan menggunakan Tanki. Tak jarang juga kadangkala jika kepepet akibat air terlambat, guna melakukan pembersihan kapal dengan menggunakan air mineral,” terang Romeo yang juga pemilik galangan kapal di daerah Lamongan.
Romeo melihat, kebutuhan air PDAM ini juga sangat ditunggu sekitar belasan perusahaan galangan yang ada di Lamongan yang memang belum ada instalasi air masuk ke daerah tersebut. Sehingga, pengadaan air yang dilakukan dengan mobil Tanki tentu akan lebih mahal biayanya dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi biaya perawatan kapal yang ujung-ujungnya sedikit banyak menyumbang besarnya harga sewa ruangan diatas kapal setiap barang yang hendak di kapalkan.
“Dengan kondisi itu, galangan yang ada terjadi penurunan hingga 20-30 persen pelanggan,” akunya.
Romeo juga mengingatkan, Iperindo juga pernah menyampaikan kepada pemeritah daerah untuk mendorong Lamongan menjadi daerah KIK (khusus industri kapal), artinya ada semangat menjadikan Lamongan sentral industri kapal guna mendukung Jatim sebagai pusat industri kapal.
“Jadi kalau orang bilang kapal, ya itu pasti Lamongan Jawa Timur,” harapnya. (RG)