GAPASDAP : Penundaan 5000 GT Penyeberangan Merak-Bakauheni Sangat Realistis

43
Ketua GAPASDAP, Khoiri Soetomo bersama Dirut PT DLU, Erwin H. Pudjono dan Anggota Komisi V DPR RI, Bambang Haryo Soekartono saat bhakti sosial di HUT PT DLU di Moro Krembangan.

SURABAYA – Hadirnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 88 Tahun 2014 tentang Pengaturan Ukuran Angkutan Penyeberangan di Lintas Merak, Banten – Bakauheni, Lampung dipandang Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) terlalu berlebihan. Pasalnya, terjaminnya kelancaran arus muatan belum tumbuh sehingga diminta dilkaukan penundaan.

Peraturan yang diberlakukan empat tahun setelah diundangkan tersebut pemerintah mewajibkan ukuran kapal yang diperbolehkan beroperasi di lintas penyeberangan Merak – Bakauheni adalah minimal 5.000 GT (tonase kotor atau “Gross Tonage)

“Semestinya PM 88/ 2014 sudah mulai diberlakukan sejak bulan Desember 2018 lalu. Tapi kami minta penundaan dan sudah disetujui pemerintah ditunda karena muatan tidak ada saat ini sangat sepi dimana jumlah kendaraan alami penurunan dari tahun 2016 sampai sekarang rata-rata 2.5 persen,” ujar Ketua Umum DPP Gapasdap Khoiri Soetomo di sela rangkaian kegiatan HUT ke- 43 perusahaan pelayaran PT Dharma Lautan Utama (DLU) di Surabaya, Jumat (8/3/2019)

Menurut Khoiri, pengusaha penyeberangan khususnya lintas Merak – Bakauheni belum sanggup menyediakan ukuran kapalnya seperti yang ditetapkan PM 88 Tahun 2014 karena pelayaran memandang tidak realistis sebab arus muatan belum bisa maksimal karena infrastruktur jalan Tol trans Sumatra dan Trans Jawa belum juga tuntas sehingga akan sangat berpengaruh sekali.

Baca Juga  Deviasikan Dua Kapal DLU Evakuasi Ribuan Peserta IFG Marathon Labuan Bajo

“Pasar belum tumbuh karena faktor utamanya belum terhubung bila dipaksakan maka kapal dengan ukuran besar dipastikan tidak akan bisa penuh muatannya,” jelasnya.
Disamping itu, lanjut Khoiri, tren pendapatan perusahaan penyeberangan yang selalu menurun Itu juga akan mempengaruhi jalannya kebijakan pemerintah yang dimaksud dalam PM 88 tahun 2014 tersebut. Bagaimana tidak, perusahaan pelayaran lebih berfikir bagaimana caranya untuk tetap eksis.

“Perusahaan siap saja menyesuaikan kalau pasar penyeberangan di lintas Merak – Bakauheni sudah ramai, tapi kalau saat ini dipaksakan maka dengan kondisi penghasilan yang menurun bahkan hanya mampu untuk bertahan saja itu sangat bahaya resikonya keselamatan pelayaran bisa dipertaruhkan,” jelasnya.

Bahkan, Khoiri, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Dharma Dwipa Utama sangat menyesalkan campur tangan pemerintah yang turut mengatur ukuran besar kapal yang digunakan. Dia membandingkan dengan moda transportasi lain yang ukuran armadanya tidak pernah diatur oleh pemerintah.

“Itu murni urusan perusahaan, saya yakin perusahaan justru akan merespon apa yang terjadi dengan pasar dalam artian tergantung supply and demand. Jika pasar sedang ramai tentu perusahaan akan menyediakan kapal yang berukuran lebih besar begitu sebaliknya,” ungkapnya.

Baca Juga  Siaga Kedaruratan KN Chundamani P 116 Stand by di Perairan Labuan Bajo

Selain itu, Gapasdap juga berusaha memperhatikan masalah tarip karena itu akan berdampak pada mekanisme keselamatan pelayaran berjalan dan terjamin karena itu bisa diciptakan kalau iklim usaha kondusif. Tarif yang memadahi akan mendukung iklim usaha yang kondusif sedang saat ini masih jauh dari harapan jika dibandingkan dengan angkutan laut di Internasional.

“Saat ini per mile hanya sekitar 700 sementara di luar negeri sudah 2500 per mile padahal biaya operasional kapal sama saja. Tahun 2019 dengan tarif seoerti saat ini itu hanya cukup untuk bertahan,” tandas Khoiri.

Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI, Bambang Haryo Soekartono mengatakan angkutan penyeberangan itu harus lebih diperhatikan oleh pemerintah karena angkutan penyeberangan ini adalah the real tol laut.

“Tampa subsidi dia bisa beroperasi tepat waktu harganya ditentukan pemerintah dan terjangkau bahkan harganya dibawa standarisasi Internasional, meski kosong muatanya jalan terus,” katanya.

Jadi itu sebenarnya yang harus diperhatikan pemerintah dengan bentuk memberi suvsidi atau insentif yang sebanyak mungkin agar bisa terap eksis.

Baca Juga  Pelni Pastikan Armadanya Lewati Uji Petik Fit Layani Nataru

“Karena tarif dikendalikan pemerintah, tidak ada batas bawa tidak ada batas atas tetap segitu artinya baku seperti pesawat jadi mereka bisa bermain,” tegas Bambang. (RG)

Titikomapost.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE