HADIRNYA SAKSI SATU PER SATU BERDAMPAK BURUK PADA PSIKOLOGI KLIEN
SURABAYA – Dalam persidangan lanjutan kasus Tinda Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menyeret PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) secara korporasi sebagai terdakwa dalam pengembagan kasus PT Akara pihak pengacara terdakwa menyoal keberadaan barang bukti uang yang menjadi obyek senilai sekitar 14 miliar an yang hanya dihadirkan dalam barang bukti persidangan tidak sesuai nilainya dengan bukti penyerahan yang dilakukan TPS.
“Didalam tindak pidana korporasi ini, ada uang yang diterima dari PT TPS sebesar 14 koma miliar. Tetapi pada persidangan yang lalu yang menjadi bukti cuma sebesar 10 koma sekian miliar artinya lebih kurang 3 miliar tidak ada,” kata Pengacara PT Terminal Petikemas Surabaya, Sudiman Sidabukke selepas persidangan, Selasa (15/1/2019).
Menurut hemat kami, karena uang itu diterima dari TPS sesuai dengan hukum acara maka tentu uang itu harus ada dalam berkas. Terlebih lagi ditunjang dalam surat dakwaan itu adalah sebesar 14 miliar maka sesuai dakwaan tersebut barng buktinya harus 14 koma sekian miliar. Tetapi fakta dipersidangan kami peroleh barang bukti yang ada di perkara ini adalah sebesar 10 koma sekian miliar artinya tidak singkron dengan dakwaan maupun dengan tanda bukti dari kami maka pertanyaannya, yang 3 koma miliar itu kemana dan masuk dalam berkas perkara siapa.
“Tapi andainya uang itu masuk dalam berkas perkara yang lain karena sebelumnya ada 15 berkas perkara menurut hemat saya itu juga tidak benar, kenapa karena itu disita dari TPS tentu harusnya dikembalikan kepada TPS bukan dimasukkan dalam perkara lain,” jelas Sidabukke.
Memang, lanjut Sidabukke, pada saat penyitaan lalu dirinya merasa heran, sebenarnya tidak perlu dalam bentu tunai, hal itu akan mengundang masalah, cukup saja di blokir dalam rekening itu tidak kemana-mana. Kenapa uang itu kok diambil, maka pertanyaannya sekian lama perkara ini ada atau tidak uang itu, dan disimpan dimana lalu kalau ada bunganya siapa yang menerima dan menikmati uang itu.
“Tapi kalau itu tetap berada di rekening TPS walau diblokir kan bunganya jalan terus. Jadi bisa menjadi persoalan yang patut kita kaji,” akunya.
Sementara itu, jaksa Penuntut Gede Wili mengatakan, persoalan selisi barang bukti yang berupa uang senilai 3 miliaran itu ada dalam perkara Agusto Hutapea bos PT Akara dimana kasusnya masuk dalam taraf kasasi yang putusannya belum turun.
“Makanya uangnya masih disana nanti kita lengkapi biar jelas,” jelas Gede.
Gede menepis bahwa barang bukti berupa uang yang jumlahnya selisi dalam persidangan kali ini diragukan keberadaannya bahkan terkesan tidak jelas. Sebenarnya, kronologis dari barang bukti itu adalah ketika rekening disita dan diambil isinya lalu ditaruh di rekening penampung. Itulah yang digunakan sampai sekarang dan lengkap bukti transfernya ada makanya sidang kemarin kita hadirkan barang bukti yang 10 miliar dan yang 3 miliar ternyata berada di berkas Agusto Hutapea yang kasus lama.
“Jumlah uang barang bukti sebetulnya sudah jelas, karena 10 miliaran disini (kasus TPPU PT TPS.red) dan 3 miliaran ada dalam kasus Agusto Hutapea yang lalu. Jadi kan jumlahnya semua pas sekitar 13 koma miliaran,” tandasnya.
Gede menambahkan, sebenarnya muaranya di kasus Agusto Hutape semua yang saat ini kasusnya dalam tingkat kasasi tapi putusannya belum turun makanya nanti kita akan melengkapi berkas barang bukti kasus terdakwa korporasi PT TPS ini setelah putusannya ada.
“Sedang putusan dari pengadilan Negeri maupun pengadilan Tinggi sama-sama diputus bebas pada sidang kasus tersebut,” ucapnya.
Sedang, pada persidangan kali ini hanya ada satu saksi yang dihadirkan yaitu Penyidik dari Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri). Untuk itu, selaku pengacaraTPS, Sidabukke merasa keberatan dengan berjalannya sidang dimana dalam menghadirkan saksi dilakukan secara satu persatu sehingga menurutnya, akan merugikan kliennya. Karena akan banyak waktu yang tersita untuk mengikuti setiap jalannya persidangan mengingat padatnya kesibukan masing-masing.
“Kami mohon kepada majelis hakim, agar dalam persidangan berikutnya kalau boleh dalam menghadirkan saksi agar dapatnya dilakukan lebih dari satu atau mungkin empat bahkan lima orang saksi sekaligus sehingga persidangan bisa lebih cepat tidak seperti sekarang ini,” ajunya.
Atas permohonan dari pihak TPS melalui pengacaranya itu, Majelis hakim menyampaikan dan memperingatkan kepada Jaksa penuntut agar apa yang menjadi keberatan dari wakil dari terdakwa untuk dipertimbangkan.
“Tolong diperhatikan itu ya,” ujar majelis Hakim kepada jaksa penuntut seraya menyampaikan agenda sidang berikutnya lalu mengetok palu keatas meja guna mengakhiri sidang.
Dalam persidangan kali ini, PT Terminal Petikemas Surabaya menghadirkan mantan Direktur Utama, Dothy, mantan Direktur Teknik, Kartiko dan Direktur Keuangan, Nur Syamsiah yang hingga kini masih menjabat di TPS. (RG/ruu)