SURABAYA – Anggota Komisi V DPR RI, Bambang Haryo bersama Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo terima keluhan masyarakat maritim Tanjung Perak bersama melalui Dialog Interaktif sebagai upaya melihat persoalan riil seputar kegiatan pelabuhan Tanjung Perak dan faktor pendukungnya yang diselenggarakan di ruang serbaguna Gedung ORGANDA khusus Tanjung Perak, Sabtu (29/9/2018).“Mulai dari masalah operator pelayaran, bongkar muat hingga persoalan yang ada di organda,” ujar Bambang Haryo, Sabtu (29/9/2018).
Untuk itu, kata Bambang, permasalahan tersebut perlu diakomodir untuk diserap dan dicarikan solusi penyelesaiannya. Dengan harapan, serap aspirasi dan inventarisasi masalah ini bisa secara bertahap hilang dan tertangani tanpa merugikan pihak lainnya.
“Seperti halnya di pelayaran yang memakan biaya besar dalam operasionalnya, masih saja dibebani dengan beberapa sertifikat kapal. Apabila hal ini tidak didukung dengan birokrasi yang seimbang akan memberatkan operator,” tutur Bambang.
Menurutnya, operator pelayaran sudah cukup berat dalam menjamin keselamatan pengguna jasanya di laut. Apapun itu, kata Bambang, piranti pendukung keselamatan pelayaran di laut tidak hanya sebatas pada sertifikat saja.
“Melainkan juga dari sisi komponen kapal yang juga mengandung keselamatan,” ucapnya.
Selain masalah operator pelayaran, Bambang Haryo juga menginventarisir persoalan yang terjadi di masyarakat, utamanya pengguna sewa di hak pengelolaan lahan (HPL) Pelindo III (Persero). Ia menegaskan, problem HPL perlu adanya penyelesaian secara komprehensif dengan berdasar UU 17/2008 tentang Pelayaran.
“Kalau merujuk UU 17 tahun 2008, yang punya kewenangan itu (HPL, red) berada di pihak Kementerian Perhubungan,” ingat politisi Partai Gerindra ini.
Bila perlu, kata Bambang, harus tegas untuk mengatur atau mengambilalih permasalahan yang berhubungan dengan HPL. Alasannya, selama ini biaya HPL sewa lahan terhitung sangat besar dan selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
“Karena, peraturan menteri agraria no.9/1965 tentang Agraria menyatakan, bahwa BUMN itu tidak boleh memiliki lahan. Jadi otomatis semua berdasar sewa lahan. Begitu juga Pelindo sewa dari Kementerian Perhubungan,” tandas Bambang.
Ironisnya, jika Pelindo III diberikan hak untuk pengelolaan lahan, harusnya menyewakan lahan tersebut dengan harga yang disesuaikan dengan perhitungan harga pokok penjualan (HPP) yang benar. Apabila perhitungan HPP tersebut benar, tentu tidak akan lebih dari 100% dari Pelindo menyewa kepada negara.
“Tapi, sekarang ini kan sudah beribu-ribu persen. Ini tentu sangat membebani masyarakat yang menyewa lahan. Kita harapkan masalah ini bisa kami bawa ke Pelindo III agar masyarakat tidak terbebani. Masalah lainnya yang harus diselesaikan adalah alur, HMC di Kalimas, dredging, termasuk juga permasalahan tentang Wreck Removal Insurance,” cetusnya.
Sementara itu, Dirjen Perhubungan Laut, R Agus H. Purnomo mengatakan, sekuruh permasalahan yang telah disampaikan dalam forum ini nantinya akan kami bawa kejajaran saya guna menjadi pembahasan lebih lanjut.
“Saya berterima kasih atas apa yang telah disampaikan para pelaku bisnis Tanjung Perak, untuk itu akan kami bahas dengan jajaran perhubungan laut,” terangnya.
Secara pribadi, saya membuka diri untuk terima masukan dari siap saja, intinya kami ingin kegiatan di pelabuhan ini cepat dan kompetitif. Apalagi disoal masalah jajaran di daerah saya sepakat harus dipegang oleh sumber daya manusia (SDM) yang tidak hanya kompeten tapi harus mempunyai integrite.
“Kita ingin supaya bisa bersaing dengan orang lain. Jadi cost yang tinggi kita akan petani (urai jawa.red) supaya bisa kompetitif dan cepat,” jelasnya.
Terkait masalah lahan di pelabuhan, Dirjen Agus mengaku, kami akan mengikuti aturan yang ada jika itu sudah masuk ranah hukum maka akan kita ikuri apa hasil yabg telah ditetapkan.
“Nanti akan kita bicarakan dengan pihak Pelindo 3 tentang uneg-uneg yang saya terima pada hari ini supaya pelindo juga mengikuti regulasi yang ada tidak mengikuti yang lama,” tandas Agus.
Sedang masalah tol laut, kami sedang meninjau tentang subsidi tol laut dan perintis. Memang sebenarnya biaya subsidi tol laut harus turun atau tetap bahkan harus tumbuh tempat yang baru.
“Dengan tempat yang tetap tapi naik itu tidak boleh kkarena bisa digunakan untuk alokasi tempat yang baru,” tegasnya.
Diakhir penyampaiannya, Dirjen Agus juga mebambahkan, kalau ada data atau bukti-bukti untuk perbaikan tolong kami diberi data agar bisa memperbaiki. Kedepan kami ingin betul-betul bermanfaat. Meski pada dasarnya di perhubungan laut itu kecil anggarannya.
Kami tidak mengejar anggaran tapi ingin ngejar manfaatnya. Apa manfaat yang didapat itu paling penting,” pungkasnya. (RG)