SUPPORT PEMERINTAH YANG DIHARAPKAN DEMI SDM PELAUT INDONESIA
SURABAYA – Indonesia sebagai negara kepulauan, dua per tiganya adalah lautan, dimana sangat memerlukan kapal sebagai sarana transportasi penghubung. Untuk itu, diperlukan pelaut-pelaut yang handal dan profesional dengan kemampuan yang memadahi.
“Diklat penjenjangan atau peningkatan pembentukan perwira pelaut tingkat satu dengan sertifikat ANT 1 (Ahli Nautika Tingkat ) ATT 1 (Ahli Teknik Tingkat) harus hadir di lembaga pendidikan vokasi pelaut di Surabaya ini dimana bisa memenuhi kebutuhan pelaut Bali, NTB, NTT maupun sekitarnya,” ujar Bambang disela-sela kunjungannya di Poltekpel Surabaya Kampus 1 dalam rangkaian kegiatan reses untuk wilayah Jawa Timur, Selasa (7/8/2018).
Menurut Bambang, Politeknik Pelayaran sebagai pihak yang mendidih sumber daya manusia (SDM) laut mempunyai tanggung jawab besar, yangmana SDM itu merupakan aset terbesar dari satu perusahaan transportasi yang tidak terlepas dari kondisi terjelek sekalipun saat bekerja diatas kapal hingga berhadapan dengan sebuah kecelakaan.
“Biasanya, kecelakaan itu adalah Akibat dari Human Factors atau Human error yang mana, tentu Humannya ini harus betul-betul siap harus profesional dan kompeten yang hanya bisa dilahirkan dari lembaga pendidikan yang hebat.
“Poktekpel Surabaya harus betul- betul bisa memberikan ilmu yang luar biasa terhadap mereka karena pelaut akan menjadi penyelamat daripada transportasi laut itu sendiri,” jelasnya.
Oleh karena itu, Bambang mengingatkan, Tentu pendidikan sumber daya manusia yang ada di transportasi laut ini harus mendapat perhatian dari pemerintah, terutama adalah alokasi anggaran SDM tidak boleh dikurangi dan kita harapkan malah harus diberikan penambahan agar SDM laut ini bisa terdidik dengan satu fasilitas seperti laboratorium yang memadai dan bagus sehingga mereka akan menjadi pelaut yang profesional.
“Coba bayangkan, anggaran BPSDM yang sebelumnya sudah mencapai 7 triliun tapi sekarang justru diturunkan menjadi 3,4 triliun. Basarnas juga begitu permintaannya 4, sekian triliun diturunkan menjadi 1,7 triliun jadi keselamatan di Indonesia saat ini ditawar-tawar atau dipotong-potong,” tandasnya.
Bambang juga mengingatkan, kalau misalnya terjadi kecelakaan hingga tidak bisa menyelamatkan barang, nyawa dan uang publik yang diangkut transportasi laut itu maka yang menjadi tersangka ataupun yang bisa dipersalahkan itu adalah orang yang tukang motong dalam hal ini Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas karena nyawa publik itu harganya tak terhingga bisa melebihi daripada APBN kita.
“Tolong harus betul-betul disampaikan ke publik sehingga pemerintah ini sudah bisa mulai berfikir yang realistis. Saya kepingin pemerintah itu betul-betul realistis,” tegasnya.
Disamping itu, Surabaya harus bisa menyediakan pendidikan untuk ANT 1 dan ATT 1, apalagi Surabaya kota merupakan kota Metropolitan ke dua yang merupakan pintu gerbang perekonomian Indonesia bagian Timur melalui pelabuhan Tanjung Perak. Selama ini, yang ada hanya di Jakarta, Semarang dan Makassar.
“Edialnya, penyediaan tempat peningkatan pendidikan pelaut untuk ANT 1 dan ATT 1 berada minimal di 4 daerah agar bisa mencakup seluruh daerah di tanah air. Seperti,sebelah Utara di Medan dan Timur di Surabaya sedang Barat di Jakarta dan Selatan di Makassar, dan sudah ada juga bagian Tengah di Semarang,” papar Bambang.
Politisi Partai Gerindra itu juga menambahakan, Medan itu penting, karena 90 persen pelayaran dunia dari Asia Timur menuju Eropa, Afrika, India, Amerika semua lewat selat Malaka makanya harus ada lembaga pendidikan yang menyediakan peningkatan pelaut yang tertinggi yaitu, ANT 1 dan ATT 1 disana. Sedang di Makssaar keberadaannya sudah pas karena Ujung Pandang ini juga tempat lewatnya Alki 2 di situ Alki 2 wajib harus difasilitasi dengan lembaga pendidikan formal jadi pelaut lembaga pendidikan pelautnya ANT1 dan ATT 1 jadi tidak kemana-mana.
“Ini yang kita harapkan sehingga pelaut-pelaut kita akan bisa terjamin mutunya disisi pendidikan dan fungsi dari pada sumber daya manusia sebagai aset terbesar dari perusahaan atau negara ini tergantung daripada sumber daya manusia,” ucapnya.
Untuk menjawab tantangan agar pelaut kita tidak dipandang sebelah mata oleh dunia luar, makanya ini tugas dari lembaga pendidikan khususnya Poltekpel Surabaya bahwa standarisasi pelaut kita terutama bahasa Inggrisnya wajib karena semua Alki lewati di Indonesia dan 95% kapal dunia itu lewat di Indonesia jadi alur-alur ini adalah alur internasional Alki 1 2 3 a b c sehingga mereka harus profesional bisa berbahasa Inggris karena mereka memotong alur internasional semua Sulawesi, Selat Malaka dimana mereka berinteraksi di situ.
“Jadi ini agar supaya diperhatikan, dan kita harapkan lulusan daripada Akademi Politeknik Surabaya ini betul-betul harus sudah siap pakai untuk melancarkan angkutan logistik maupun penumpang di laut,” pungkas Bambang.
Sementara itu, Kepala Bagian Keuangan dan Umum Poltekpel Surabaya, Suharto mengungkapkan, Poltekpel dengan tupoksinya memang untuk menghasilkan pelaut, entah itu pembentukan karakter maupun peningkatan keterampilan SDM pelaut. Hanya saja, persyaratan untuk mencetak SDM berkualitas membutuhkan beberapa hal yang juga berkualitas juga. Seperti dari sisi sarana, regulasi juga SDM yang ada.
“Seperti fasilitas penunjang, termasuk pemeliharaan sarpras di gedung kampus 1 Poltekpel Surabaya, tergolong kedaluwarsa. Sarana dan prasarana di kampus ini sudah tidak layak untuk menunjang kebutuhan siswa didik dalam pelatihan (diklat) kepelautan bahkan laboratorium, memang sudah expired, termasuk simulator yang kami punya. Seharusnya, simulator untuk praktik bisa berputar 360 derajat. Tapi, simulator yang kami miliki, maksimal putarannya hanya 220 derajat,” terang Suharto.
Selain keterbatasan di kampus 1, Suharto juga mengungkapkan, kondisi beberapa alat yang berada di kampus 2 Poltekpel Surabaya di Gunung Anyar perlu ditambah untuk pemenuhan pelaksanaan diklat pelaut tingkat 1 (ahli nautikal tingkat 1/ANT1). Hal ini terlihat dari keberadaan bangunan yang belum diteruskan pembangunannya untuk menambah kapasitas di kampus 2.
“Begitu juga yang terkait dengan kebijakan proses rekrut. Wilayahnya bukan lagi di UPT, tapi di Kementerian (Kementerian Perhubungan, red),” tuturnya.
Apa syarat untuk bisa mengadakan diklat ANT1? Suharto mengatakan, selain persyaratan, hal ini juga terkait dengan administrasi, apalagi setelah menjadi politeknik dan bukan lagi balai. Artinya, Poltekpel Surabaya harus memiliki peralatan yang lebih bagus dari sebelumnya dan ditambah dari sisi SDM yang mumpuni.
“Proses rekrut juga susah untuk pemenuhan pelaksanaan perekrutan SDM, utamanya pengajar dengan standar SDM plus pengalaman,” urainya.
Ia juga mengungkapkan, saat ini, Poltekpel Surabaya tengah mengajukan pelaksanaan diklat penjenjangan atau peningkatan tingkat 1 yang nantinya output yang dihasilkan bersertifikat Ahli Nautika Tingkat 1 (ANT1) atau Ahli Teknika Tingkat 1 (ATT1).
“Jadi, kami sangat mengapresiasi dan menyambut baik kedatangan Pak Bambang Haryo yang berjanji memperjuangkan kebutuhan Poltekpel Surabaya dengan seluruh sarana dan prasarana penunjangnya,” katanya. (RG)